Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/10/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Eropa memutuskan implementasi undang-undang (UU) anti-deforestasi ditunda selama setahun.

UU bernama EU Deforestation-Free Products Regulation (EUDR) tersebut sedianya akan mulai berlaku pada 30 Desember 2024.

Dalam UU tersebut, produk tertentu yang diekspor ke Uni Eropa (UE), salah satunya minyak kelapa sawit, harus mematuhi berbagai syarat yang ditetapkan.

Baca juga: Proyek Bioenergi Ancaman Baru Deforestasi Gorontalo

Eksportir harus memastikan produk yang diekpor ke UE tidak terkait dengan penggundulan hutan atau degradasi hutan dalam rantai pasoknya sejak 2020.

Selaun itu, UU tersebt juga mewajibkan produksi barang yang diekspor mematuhi hak asasi manusia (HAM) serta masyarakat adat.

Pada Rabu (2/10/2024), Komisi Eropa mengumumkan aturan tersebut ditunda pelaksanaannya selama 12 bulan untuk perusahaan besar dan 18 bulan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari tenggat yang sudah dibuat sebelumnya.

Komisi Eropa juga menyebutkan, akan ada regulasi tambahan yang diusulkan paling lambat 30 Juni 2025 setelah melakukan dialog intensif dengan sebagian besar negara terkait.

Baca juga: Deforestasi Amazon di Brasil Catatkan Rekor Terendah Sejak 2016

Penundaan tersebut, dalih Uni Eropa, diambil karena tidak meratanya kesiapan pelaku bisnis di UE untuk mengikuti UU anti-deforestasi.

Selain itu, Komisi Eropa juga mengakui adanya keberatan dari berbagai pihak terkait implementasi UU tersebut, sekaligus mengkhawatirkan kesiapan mereka.

"Sementara banyak yang berharap untuk siap tepat waktu, berkat persiapan yang intensif, yang lain telah menyampaikan kekhawatiran," terang Komisi Eropa, sebagaimana dilansir dari Euronews.

Baca juga: Indonesia Pamer Penurunan Deforestasi Saat Temu Pejabat Senior ASEAN

Lobi

Anggota Parlemen Eropa dari Perancis, Pascal Canfin, menyampaikan penundaan implementasi UU anti-deforestasi tersebut tak lepas dari lobi-lobi yang intens dari sejumlah negara yang produknya berisiko terdampak aturan tersebut, seperti Brasil dan Indonesia.

"Jika ada penolakan terhadap perubahan, hal ini jelas menunjukkan bahwa UU ini mengatasi akar permasalahan untuk memerangi penggundulan hutan di wilayah-wilayah di planet ini yang paling banyak mengalami penggundulan hutan," tulis Canfin di LinkedIn.

Dikutip dari situs web Kementerian Perdagangan, Pemerintah Indonesia memang gencar meminta dukungan dari berbagai negara Eropa terkait UU anti-deforestasi tersebut yang dinilai merugikan Indonesia.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada 10 September 2023 menuturkan, Indonesia meminta dukungan dari sejumlah negara seperti Italia, Perancis, dan Belanda.

Baca juga: Kabar Baik, Deforestasi di Amazon Kolombia Turun 36 Persen

Di sisi lain, Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengakui implementasi UU anti-deforestasi tersebut memang sangat sulit.

Dia mendesak mendesak agar Uni Eropa berhati-hati sehingga tidak membuat "mitra" yang ingin diperkuat hubungannya menjadi terasing.

"Kita harus mengakui bahwa (undang-undang deforestasi) telah menciptakan kesulitan yang signifikan dalam hubungan kita dengan mitra penting seperti Brasil, Indonesia, dan negara-negara Afrika Barat," ucap Borrell.

Baca juga: Deforestasi Turun Signifikan, Benarkah?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau