Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Kompas.com, 10 Oktober 2024, 17:36 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti mengatakan laut di sekitar Asia Pasifik memanas dengan cepat dan memicu siklon dan hujan badai dengan kelembapan dan menjadikan kawasan Asia sebagai area paling terdampak.

Karenanya, tindakan mendesak diperlukan untuk melindungi masyarakat yang berisiko.

Mengutip Eco Business, Kamis (10/10/2024) analisis sejumlah peneliti menunjukkan bagaimana perubahan iklim menyebabkan jalur siklon bergeser ke arah utara dan menguat lebih cepat, menyebabkan kerusakan lebih parah di wilayah pesisir yang padat penduduk.

Baca juga: Sederet Manfaat Mangrove: Untungkan Manusia hingga Atasi Perubahan Iklim

Dampak Pemanasan Global

Dalam studi yang dipublikasikan di Climate and Atmospheric Science peneliti menyebut bahwa seiring suhu laut meningkat karena pemanasan global, badai akan meningkat di wilayah seperti Pasifik Barat Laut, Laut Cina Selatan, dan bagian utara Teluk Benggala.

"Saat siklon bergerak melintasi lautan yang lebih hangat akibat perubahan iklim, mereka menarik lebih banyak uap air dan panas," jelas Benjamin Horton, seorang penulis penelitian dan direktur Observatorium Bumi Universitas Teknologi Nanyang Singapura.

Itu artinya akan ada angin yang lebih kencang, curah hujan yang lebih deras, dan lebih banyak banjir saat siklon menghantam daratan.

Baca juga: Studi: Ekspor Pasir Laut Justru Rugikan Negara Lebih Banyak

Contohnya saja siklon tropis seperti topan Gaemi, yang menghantam Filipina, Taiwan, dan Cina selatan pada akhir Juli, telah menyebabkan hujan lebat dan banjir parah, yang mendorong evakuasi massal dan menghancurkan infrastruktur.

“Udara yang lebih hangat menahan lebih banyak kelembapan untuk waktu yang lebih lama sehingga sekarang kita mengalami periode kering yang panjang diselingi dengan periode hujan lebat yang singkat, alih-alih hujan sedang yang tersebar merata selama beberapa hari,” kata Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India, Pune.

Laporan Organisasi Meteorologi Dunia pada April lalu juga mengungkapkan Asia merupakan kawasan yang paling parah dilanda bencana cuaca, iklim, dan air pada 2023.

Banjir dan badai menyebabkan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi tertinggi, sementara dampak gelombang panas menjadi lebih parah, kata laporan tersebut.

Baca juga: Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Risiko Cuaca Ekstrem

Peristiwa hujan lebat, siklon ekstrem, dan hujan deras telah meningkat sejak tahun 1950-an di Asia Selatan dan dapat diperkirakan akan memburuk seiring dengan meningkatnya suhu laut.

“Kita secara langsung menyaksikan konsekuensi dari pemanasan seperti banjir musim hujan, kekeringan, siklon, dan gelombang panas di daratan dan lautan,” kata Koll.

Peristiwa cuaca ekstrem ini akan semakin kuat dalam intensitas dan frekuensi yang menuntut upaya adaptasi dan mitigasi yang mendesak.

Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Sungai Jadi Mengering Lebih Cepat

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
LSM/Figur
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
LSM/Figur
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau