Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbahan Ramah Lingkungan, Miutiss Raih Rekor Muri sebagai Tisu Bambu Putih Pertama di Indonesia

Kompas.com - 23/10/2024, 20:43 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) menobatkan Miutiss yang diproduksi oleh PT Multi Medika Internasional (MMIX) sebagai Tisu Bambu Putih Pertama di Indonesia.

Pencapaian itu bukan sekadar pengakuan atas keunikan produk, melainkan juga tonggak penting dalam perjalanan industri tisu nasional yang semakin mengedepankan aspek ramah lingkungan.

Chief Executive Officer (CEO) MMIX mengatakan bahwa inovasi tersebut berangkat dari komitmen perusahaan untuk mengutamakan kebutuhan konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan dan kesehatan.

“Miutiss adalah hasil pendekatan kami yang berfokus pada teknologi modern dan bahan ramah lingkungan sehingga menghasilkan produk tisu bambu yang berkualitas,” ucap Mengky Mangarek dalam acara penyerahan Rekor MURI yang digelar di Jakarta, Senin (21/10/2024).

Sebagai informasi, sejatinya, tisu terbuat dari kayu pohon yang diproses menjadi bubur kertas (paper pulp) yang didaur ulang atau bubur kertas murni (virgin pulp).

Baca juga: GAPKI Sebut Ekspor Sawit Indonesia ke Eropa Sudah Penuhi Syarat Berkelanjutan

Meski satu pohon bisa menghasilkan 1.500 gulung tisu toilet, nyatanya dibutuhkan ribuan pohon untuk memenuhi permintaan pasar terhadap tisu.

World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan, sebanyak 270.000 pohon ditebang untuk memproduksi tisu yang pada akhirnya berujung di tempat sampah.

“Kehadiran tisu bambu diharapkan dapat menjadi alternatif eksploitasi pohon yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan,” kata Mengky.

Bambu sendiri dikenal sebagai salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Hal ini membuatnya lebih berkelanjutan ketimbang pohon-pohon yang digunakan untuk bahan baku tisu wood pulp.

Pohon yang digunakan untuk membuat tisu wood pulp biasanya membutuhkan waktu 15-30 tahun untuk tumbuh sebelum dapat dipanen. Sementara itu, bambu tumbuh jauh lebih cepat, yakni 3-5 tahun, hingga siap panen.

Selain itu, pohon harus ditebang utuh untuk diambil pulp-nya. Adapun pemanenan bambu dilakukan dengan memotong batang bambu yang nantinya dapat tumbuh kembali dengan cepat sehingga tak perlu dilakukan penanaman ulang.

Selain itu, bambu mampu tumbuh tanpa memerlukan penggunaan pestisida atau bahan kimia berbahaya. Dengan demikian, tisu bambu menjadi lebih bersih dan aman untuk digunakan sehari-hari, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan.

Pengolahan tisu wood pulp juga memerlukan banyak air dan bahan kimia yang berdampak negatif pada lingkungan. Sebaliknya, proses produksi tisu bambu lebih hemat energi dan minim limbah kimia.

Cocok bagi kulit sensitif

Meskipun kuat, tisu wood pulp cenderung lebih kasar ketimbang tisu bambu. Tak heran, tisu wood pulp kurang nyaman saat digunakan, terutama bagi pemilik kulit sensitif.

Mengky menjelaskan bahwa tisu dengan bahan dasar bambu lebih lembut. Bahkan, dalam kondisi basah, tisu bambu Miutiss tetap kuat dan tidak mudah hancur.

Baca juga: Perusahaan Bahan Bangunan Raup Untung dari Produk Berkelanjutan

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Pemerintah
Kekayaan Sumber Daya di Indonesia: Antara Berkah dan Kutukan
Kekayaan Sumber Daya di Indonesia: Antara Berkah dan Kutukan
Pemerintah
Ketidakpastian Ekonomi Hambat Investasi Mineral Kritis
Ketidakpastian Ekonomi Hambat Investasi Mineral Kritis
Pemerintah
Pesan dari Raja Ampat untuk Kepulauan Riau: Jangan Gadai Pulau demi Tambang
Pesan dari Raja Ampat untuk Kepulauan Riau: Jangan Gadai Pulau demi Tambang
Pemerintah
Negara-negara G7 Diminta Perkuat Rencana Mineral Kritis Berkelanjutan
Negara-negara G7 Diminta Perkuat Rencana Mineral Kritis Berkelanjutan
LSM/Figur
Pakai Climate Smart Shrimp, Desa di Donggala Panen Udang hingga 50 Ton
Pakai Climate Smart Shrimp, Desa di Donggala Panen Udang hingga 50 Ton
LSM/Figur
Climate Smart Shrimp, Inovasi Cara Dapat Cuan dari Udang Sekaligus Perbaiki Lingkungan
Climate Smart Shrimp, Inovasi Cara Dapat Cuan dari Udang Sekaligus Perbaiki Lingkungan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau