Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR: Kerja Sama EBT Indonesia dan China Dapat Percepat Target Nol Emisi

Kompas.com - 23/10/2024, 19:40 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lembaga ThinkThank Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintahan baru untuk memperkuat kerja sama internasional, terutama kerja sama Selatan-Selatan, seperti dengan China

Kerja sama tersebut dinilai dapat mempercepat transisi energi dan memobilisasi investasi dan pendanaan agar dapat mewujudkan net zero emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.

"Salah satu peluangnya adalah memperkokoh kolaborasi teknologi dan investasi energi terbarukan dengan China yang sudah dimulai sebelumnya," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa dalam pernyataannya, Rabu (23/10/2024). 

Baca juga: Genjot Pemanfaatan EBT, PLN akan Bangun Smart Grid dan Jaringan Transmisi

Ia menyampaikan, menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2023, China menjadi investor terbesar kedua di Asia setelah Singapura, dengan nilai investasi mencapai 7,44 miliar dollar AS (sekitar Rp 111, 6 triliun).

Sementara, menurut American Enterprise Institute, khusus untuk sektor energi terbarukan, total investasi China ke Indonesia dari 2006 hingga 2022 mencapai 12,6 juta dollar AS (sekitar Rp 195 miliar).

IESR mencermati adanya potensi untuk meningkatkan investasi China yang dapat mendukung pembangunan infrastruktur energi terbarukan di Indonesia.

Fabby mengatakan, kerja sama dengan China dapat dilakukan di tiga sektor utama.

Pertama, investasi infrastruktur energi terbarukan dan penyimpan energi. Kedua, manufaktur dan rantai pasok teknologi energi terbarukan. Lalu ketiga, dekarbonisasi industri, termasuk industri pengolahan mineral.

Hal itu disampaikannya pada lokakarya IESR berjudul “The Energy Transition Workshop: Potential Collaboration between Indonesia and China for Green Development and Clean Energy Cooperation” yang digelar pada Senin (21/10/2024) di Jakarta.

Baca juga: Indonesia-Jerman Perpanjang Kerja Sama EBT untuk Kelistrikan

Strategi baru

Ia menilai, pemerintah Prabowo-Gibran memerlukan strategi yang tepat untuk keluar dari tren rendahnya investasi di sektor energi terbarukan dalam lima tahun terakhir.

Sebagai informasi, investasi di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi Indonesia pada 2023 tercatat hanya 1,5 miliar dollar AS.

"Angka ini masih jauh dari total investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target NZE 2050 berdasarkan perhitungan IESR, yaitu sekitar 1,3 triliun dollar AS pada 2050, atau sekitar 40 miliar dollar AS-50 miliar dollar AS per tahun mulai 2025," terang dia. 

Untuk itu, kata Fabby, sinergi antar kementerian seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian BUMN, Bappenas dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) diperlukan untuk mendorong harmonisasi kebijakan yang menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pelaku usaha dan investor.

Baca juga: Pertamina NRE Targetkan Pembangkit EBT Capai 6 GW pada 2029

“Pemerintah harus melakukan tinjauan kebijakan dan regulasi serta proses perijinan yang membuat investasi energi terbarukan tidak bankable," ujarnya. 

Dalam jangka pendek, ia menambahkan, pemerintah bisa mencari sumber pendanaan lunak untuk implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dari China, dengan mengedepankan kepentingan nasional dan asas saling menghormati (mutual respect). 

Sementara, Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi, IESR, Arief Rosadi mengungkapkan Indonesia dan China memiliki banyak potensi untuk mengembangkan kerjasama transisi energi. 

Menurutnya, kerja sama transisi energi antara Indonesia dan China termasuk low hanging fruit (strategis).

Baca juga: Desentralisasi Energi Baru Terbarukan di Desa

"Untuk dapat mengakses pendanaan berkelanjutan dari China, kedua negara dapat menyelaraskan standar investasi hijau untuk pembangunan berkelanjutan. Misalnya di Indonesia ada taksonomi hijau dan panduan investasi lestari, sementara di China ada Green Investment Principle (Prinsip Investasi Hijau),” kata Arief.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau