Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

77 Persen Wilayah Terumbu Karang Dunia Alami Pemutihan

Kompas.com - 23/10/2024, 16:38 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber CNN

KOMPAS.com - Data satelit menunjukkan 77 persen wilayah terumbu karang dunia, mulai dari Atlantik, Pasifik, hingga Samudra Hindia mengalami pemutihan massal, akibat perubahan iklim yang memicu suhu laut mencapai rekor.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) pun mencatat pemutihan massal terumbu karang yang terjadi di seluruh dunia sejak Februari 2023 tersebut menjadi yang terluas yang pernah tercatat.

"Peristiwa ini masih meningkat dalam cakupan spasial. Hal tersebut memiliki konsekuensi serius bagi terumbu karang," ungkap koordinator NOAA Coral Reef Watch Derek Manzello.

Rekor pemutihan massal sebelumnya terjadi pada 2014 hingga 2017 memengaruhi hampir 66 persen wilayah terumbu karang dunia.

Baca juga: Kesehatan Terumbu Karang di Papua Barat Dimonitor untuk Jaga Kelestarian Kawasan Konservasi

Pemicu Peristiwa Pemutihan

Mengutip CNN, Rabu (23/10/2024) pemutihan terumbu karang dipicu oleh tekanan panas di lautan yang hangat. Terumbu karang kemudian akan mengeluarkan alga berwarna-warni yang hidup di jaringannya.

Tanpa alga yang bermanfaat ini, terumbu karang menjadi pucat dan rentan terhadap kelaparan dan penyakit. Karang yang memutih tidak mati, tetapi suhu laut perlu mendingin agar ada harapan untuk pulih.

Meskipun pemutihan massal ini sudah menjadi yang paling luas, yang memengaruhi terumbu karang di 74 negara dan wilayah, NOAA sejauh ini belum menyebutnya sebagai yang "terburuk" yang pernah tercatat.

Dalam beberapa bulan dan tahun mendatang, para ilmuwan akan melakukan penilaian bawah air terhadap karang yang mati untuk membantu menghitung tingkat keparahan kerusakan.

"Dampaknya kemungkinan akan memecahkan rekor. Kami belum pernah mengalami peristiwa pemutihan karang sebesar ini sebelumnya," kata Manzello.

Baca juga: PBB Jajaki Mekanisme Asuransi Terumbu Karang di Kepulauan Gili

Seruan Aksi

Sebagai tanggapan terhadap rekor pemutihan tersebut, para ilmuwan telah menyerukan sesi darurat khusus tentang terumbu karang yang diadakan pada pertemuan puncak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati (COP16) di Kolombia.

Para ilmuwan sebelumnya telah memproyeksikan bahwa terumbu karang akan melewati titik kritis pada pemanasan global 1,5 derajat Celsius, yang mengakibatkan hilangnya hingga 90 persen terumbu karang.

Baca juga: Konservasi Lingkungan Berpotensi Tingkatkan 10 Persen Populasi Ikan di Terumbu Karang

Pemutihan rekor terbaru menambah bukti yang berkembang bahwa terumbu karang telah melewati titik yang tidak dapat kembali pada pemanasan hanya 1,3 derajat.

Pemutihan yang sedang berlangsung diperparah oleh El Niño, pola iklim alami yang dapat menghangatkan beberapa lautan untuk sementara waktu, yang berakhir pada bulan Mei.

Peralihan dunia ke pola iklim La Niña yang biasanya membawa suhu laut yang lebih dingin diharapkan para ilmuwan karang dapat memberi kesempatan bagi karang untuk pulih.

Namun ada kekhawatiran bahwa bahkan dengan La Niña hal itu mungkin tidak terjadi, mengingat tahun 2024 diperkirakan akan menjadi tahun terhangat di dunia yang pernah tercatat

Pemutihan karang sendiri akan berdampak buruk bagi kesehatan laut, perikanan, dan pariwisata.

Pasalnya, menurut perkiraan yang dilakukan Global Coral Reef Monitoring Network pada 2020, setiap tahun terumbu karang menyediakan sekitar 2,7 triliun dollar AS dalam bentuk barang dan jasa.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau