KOMPAS.com - Laporan baru dari Simply Sustainable menunjukkan sembilan dari 10 profesional yang berkecimpung di bidang keberlanjutan mengatakan bahwa atasan mereka akan meningkatkan pengeluaran untuk proyek dan insiatif lingkungan pada tahun depan.
Hasil laporan ini berdasarkan wawancara dari 150 pemimpin senior dan pembuat keputusan keberlanjutan di Inggris dan Belanda.
Laporan yang dibuat untuk lebih memahami pengalaman terkini para profesional yang bekerja di bidang keberlanjutan di internal perusahaan ini kemudian melihat secara khusus berbagai strategi yang digunakan untuk mencapai keberlanjutan.
Baca juga: Komitmen Jalankan Nilai Sustainability Hadapi Tantangan, Ini Saran bagi Perusahaan
Laporan juga mencari tahu tentang bagaimana para pemimpin industri tersebut mengatasi berbagai tantangan yang mereka hadapi.
Ada banyak kekhawatiran yang dianggap penting oleh profesional keberlanjutan, di antaranya adalah pemotongan biaya dan jadwal kerja yang padat.
Namun mengutip Edie, Selasa (29/10/2024) kekhawatiran tersebut ternyata tidak terbukti.
Pasalnya, survei justru menemukan sebanyak 90 persen responden menunjukkan bahwa mereka memperkirakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan untuk keberlanjutan malah akan meningkat tahun depan sebesar 5-10 persen.
Ada beberapa faktor pendorong peningkatan anggaran yang diidentifikasi oleh survei.
Baca juga: 79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan
Berdasarkan peringkat responden survei, lima faktor teratas adalah efisiensi energi, manajemen risiko, permintaan klien dan pelanggan yang terkait dengan keberlanjutan, serta kepatuhan terhadap persyaratan peraturan dan efisiensi proses serta sumber daya.
Sebagian besar peningkatan ini khususnya di Uni Eropa merupakan konsekuensi langsung dari regulasi Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) Uni Eropa.
Meski terjadi peningkatan anggaran, banyak dari mereka yang disurvei menekankan regulasi CSRD tidak serta merta mengalihkan dana dan waktu dari pekerjaan keberlanjutan yang sebenarnya.
Perusahaan mencatat bahwa regulasi baru tersebut meningkatkan keterlibatan industri, memfokuskan para pemimpin, dan mempercepat investasi di bidang keberlanjutan lainnya.
Laporan ini juga menemukan bahwa sebagian besar perusahaan memiliki pola pikir yang berbeda mengenai pengeluaran keberlanjutan.
Satu kelompok mengelola aktivitas keberlanjutan sebagai sesuatu yang terpisah dari proses intinya, dengan anggaran keberlanjutan yang dialokasikan sebesar 10-20 persen dan perolehan pendapatan terbatas dari produk keberlanjutan.
Manufaktur dan ritel sangat terwakili dalam kelompok tersebut, dengan laporan yang mencatat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sering kali didorong oleh pemikiran reaktif dan permintaan serta kebutuhan jangka pendek.
Baca juga: Tren Pelaporan ESG Ikut Tingkatkan SDM keberlanjutan Bidang Hukum dan Keuangan
Sedangkan kelompok lainnya melihat pengeluaran keberlanjutan sebagai bagian dari bisnis inti yang biasanya memperoleh 40 persen atau lebih pendapatan dari produk, layanan, atau aktivitas berkelanjutan.
Bagi bisnis-bisnis ini, keberlanjutan merupakan syarat untuk pertumbuhan. Sejumlah besar perusahaan TI atau jasa keuangan termasuk dalam kategori ini.
Implikasinya bagi para profesional keberlanjutan jelas bahwa untuk mendorong peningkatan anggaran dan sumber daya untuk keberlanjutan, narasi dan nilai komersial harus diubah dan ditetapkan.
Lebih lanjut, supaya perusahaan memiliki dampak yang lebih berarti pada isu lingkungan, para pemimpin perlu menciptakan budaya perubahan dengan dukungan dari atasan.
"Dalam penelitian kami, kami melihat bahwa perusahaan menggunakan berbagai cara untuk mendorong karyawan agar berpikir tentang keberlanjutan dalam pekerjaan sehari-hari mereka," ungkap Sytze Dijkstra, dari Simply Sustainable di Belanda.
Yang paling umum adalah mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam kebijakan perjalanan, perjalanan pulang pergi, dan deskripsi pekerjaan.
Baca juga: Strategi Astra Dukung Transportasi Bebas Emisi di Indonesia
Hal itu terlihat oleh karyawan dan karenanya merupakan cara yang baik untuk membuat orang menyadari dampak dari aktivitas perusahaan dan pilihan pekerjaan sehari-hari mereka.
“Pada saat yang sama, integrasi keberlanjutan yang berarti ke dalam deskripsi pekerjaan juga mengharuskannya menjadi bagian dari evaluasi kinerja, mungkin dengan kaitan dengan remunerasi,” tambah Dijkstra.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya