KOMPAS.com - Survei Deloitte mengungkapkan sebanyak 79 persen eksekutif industri pertanian dan pangan (agrifood) melaporkan pertumbuhan pendapatan dari investasi keberlanjutan.
Mereka juga mengharapkan nilai dari strategi keberlanjutan meningkat selama dua tahun ke depan (60 persen).
Hasil tersebut didapat dari survei terhadap 350 eksekutif pangan dan pertanian yang dilakukan oleh Deloitte dan NYU Stern Center for Sustainable Business (CSB), New York AS.
Baca juga: Anak Muda Perlu Dilibatkan dalam Diskusi Isu Keberlanjutan
Hal tersebut menunjukkan bahwa eksekutif agrifood mengakui nilai finansial dari investasi keberlanjutan.
Di sisi lain sistem agrifood sendiri bertanggung jawab atas sepertiga emisi gas rumah kaca global serta penggunaan air tawar global sebanyak 70 persen, yang membuat kebutuhan keberlanjutan di industri ini sangat mendesak dilakukan.
Pertumbuhan pendapatan
Mengutip ESG News, Senin (21/10/2024) berdasarkan survei ada beberapa peningkatan lain dalam pemberlakuan investasi keberlanjutan di industri agrifood yang dicatat. Beberapa di antaranya seperti berikut:
Baca juga: ICSF 2024 Bahas Tantangan Demokrasi dan Kolaborasi Masyarakat Sipil demi Keberlanjutan Sosial
Selain itu juga perusahaan yang berinvestasi bersama dalam upaya keberlanjutan dengan organisasi lain sering kali memiliki kinerja keuangan yang lebih kuat.
Misalnya, 60 persen perusahaan percaya bahwa mereka akan terus melihat peningkatan laba dari investasi mereka, sementara 57 persen melaporkan kehilangan nilai bisnis karena investasi yang tertunda atau tidak mencukupi dalam keberlanjutan.
“Berinvestasi dalam pertanian berkelanjutan dan regeneratif akan memungkinkan perusahaan membangun sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan untuk memberi makan generasi mendatang dan meningkatkan kinerja keuangan mereka,” ungkap Tensie Whelan, Direktur Pendiri NYU Stern CSB.
Baca juga: Tren Pelaporan ESG Ikut Tingkatkan SDM keberlanjutan Bidang Hukum dan Keuangan
Meskipun hampir semua responden mengatakan investasi mereka mendorong nilai dan meletakkan dasar bagi keberhasilan di masa depan, strategi yang diambil untuk mencapai nilai finansial dan metode kolaborasi untuk menjalankan strategi bervariasi di seluruh segmen value chain.
Contohnya saja seperti ini. Pengolah mengidentifikasi pengelolaan limbah makanan sebagai pendorong utama peningkatan pendapatan.
Sedangkan pengecer menempatkan solusi pengemasan yang berkelanjutan sebagai pendorong pendapatan utama.
Sementara itu, penyedia layanan makanan memprioritaskan manajemen energi sebagai strategi pengurangan biaya teratas.
Baca juga: Upaya BNI Terapkan ESG, Bidik Target Net Zero Emission pada 2028
Penelitian Deloitte menggarisbawahi juga ketika organisasi beradaptasi dengan tekanan terkait iklim yang meningkat, investasi keberlanjutan akan terus memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan bisnis.
Itu mengapa penting untuk mengadopsi inisiatif keberlanjutan untuk tetap kompetitif dan mengurangi risiko jangka panjang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya