Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen Kurang Mengenal Pertanian Regeneratif

Kompas.com, Diperbarui 14/12/2024, 16:55 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Laporan Consumer Food Insights Report (CFI) mengungkapkan ternyata banyak masyarakat yang kurang mengerti dengan metode pertanian yang dikenal sebagai pertanian regeneratif.

Hasil tersebut merupakan kesimpulan dari survei yang dilakukan ahli dari Universitas Purdue di Indiana, Amerika Serikat terhadap 1.200 konsumen di seluruh Amerika Serikat.

Mengutip Phys, Selasa (29/10/2024) pertanian regeneratif mengacu pada metode pertanian yang menghasilkan peningkatan kesehatan tanah, penangkapan karbon, peningkatan keanekaragaman hayati, dan sumber daya air yang sehat.

Namun, dalam survei tersebut, peneliti menemukan sekitar 43 persen responden survei mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak familier dengan istilah pertanian regeneratif dan 28 persen lainnya hanya sedikit familier.

"Hal ini menunjukkan peluang bagi produsen dan pemimpin industri yang tertarik untuk memperluas praktik pertanian regeneratif untuk mengomunikasikan dengan jelas kepada konsumen apa arti pertanian regeneratif," kata penulis utama laporan tersebut, Joseph Balagtas, profesor ekonomi pertanian di Purdue.

Baca juga:

Lebih lanjut, setelah memberikan definisi pertanian regeneratif yang luas pada responden, peneliti menyebut konsumen umumnya mendukung inisiatif pertanian regeneratif.

Akan tetapi tingkat dukungan tersebut menurun ketika diberikan informasi tambahan tentang biayanya.

Manfaat praktik pertanian regeneratif sendiri memiliki biaya, yang sebagiannya mungkin ditanggung oleh konsumen pangan atau pembayar pajak.

"Dapat dipahami, kebijakan pangan kemungkinan akan kurang populer jika mengorbankan konsumen yang sudah menghadapi harga pangan yang tinggi," ungkap Balagtas.

Peneliti juga menemukan pertimbangan paling utama saat konsumen membuat keputusan pembelian adalah soal rasa dan harga,

"Di antara nilai makanan, nutrisi berada di urutan ketiga dan keberlanjutan sosial dan lingkungan adalah yang paling tidak penting," papar Elijah Bryant, salah satu penulis studi ini.

Korelasi dengan Pendidikan

Menurut peneliti, konsumen yang mempunyai setidaknya gelar sarjana lebih menghargai nutrisi makanan dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki pendidikan perguruan tinggi.

"Demikian pula, kami mengamati tingkat kerawanan pangan yang lebih tinggi di antara mereka yang berpendidikan rendah. Sebanyak 31 persen dari mereka yang memiliki ijazah sekolah menengah atau kurang melaporkan kerawanan pangan rumah tangga," papar Bryant lagi.

Berhubung pendidikan berkorelasi dengan pendapatan, temuan nilai dan keamanan pangan menggarisbawahi pentingnya untuk memastikan sistem pangan mampu menyediakan makanan yang cukup gizi dengan harga yang terjangkau.

Baca juga:

Jika tidak konsumen mungkin bakal mengalihkan nilai gizi makanan demi keterjangkauan harga.

Respons konsumen terhadap pernyataan mengenai sistem pangan juga mengungkapkan perbedaan menurut tingkat pendidikan.

Meskipun ada bukti ilmiah yang menunjukkan keamanan pangan yang dimodifikasi secara genetik, lebih dari sepertiga dari mereka yang memiliki gelar sarjana dua tahun atau kurang tidak setuju dengan pernyataan bahwa pangan yang berasal dari organisme yang dimodifikasi secara genetik aman untuk dikonsumsi.

Sementara itu konsumen dengan pendidikan yang lebih rendah cenderung mempercayai anggota keluarga atau teman sebagai sumber informasi tentang pangan sehat.

Sedangkan konsumen yang berpendidikan tinggi lebih mempercayai organisasi seperti Asosiasi Medis Amerika dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
RSPO Belum Terima Laporan Dugaan Anggota Sebabkan Banjir Sumatera
RSPO Belum Terima Laporan Dugaan Anggota Sebabkan Banjir Sumatera
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau