KOMPAS.com - Pertanian berkontribusi terhadap sekitar 23 persen emisi gas rumah kaca secara global.
Namun di sisi lain, pertanian juga menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap dampak krisis iklim. Kekeringan yang lebih sering terjadi, suhu ekstrem, dan banjir yang bisa mengganggu produksi pangan di seluruh rantai nilai.
Ini menjadi pengingat yang jelas tentang urgensi untuk mengatasi persimpangan antara ketahanan pangan dan perubahan iklim.
Baca juga:
Pasalnya, bersamaan dengan krisis iklim, populasi dunia diperkirakan akan meningkat hampir dua miliar orang dalam 30 tahun ke depan. Dari delapan miliar menjadi 9,7 miliar pada tahun 2050.
Dengan pertumbuhan populasi yang cepat ini, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan pada 2050 nanti, kita perlu memproduksi 60 persen lebih banyak makanan untuk memenuhi permintaan global.
Tantangan untuk memberi makan lebih banyak orang sekaligus mengurangi jejak lingkungan pertanian ini membutuhkan solusi yang berani dan inovatif.
Pertanian Regeneratif Sebagai Solusi
Mengutip Edie, Senin (28/10/2024) pertanian regeneratif disebut menjadi solusi atas problem tersebut karena mampu menghadirkan pertanian dengan pendekatan berbasis ekosistem.
Pertanian regeneratif ini menerapkan praktik berbasis alam seperti tanaman penutup tanah (cover cropping) atau integrasi hewan dan petani akan bekerja selaras dengan alam untuk menciptakan sinergi antara produksi pertanian dan iklim.
Praktik ini kemudian bisa dilacak kemajuannya dengan menggunakan kombinasi alat, metrik, dan sistem pelaporan yang menyediakan wawasan lingkungan dan keuangan.
Misalnya kesehatan tanah dan penyerapan karbon dapat dipantau melalui pengujian tanah secara berkala sementara keanekaragaman hayati dilacak melalui indeks keanekaragaman spesies.
Manfaat pertanian regeneratif tidak hanya ramah lingkungan. Bagi petani, praktik ini menghasilkan tanah yang lebih sehat, hasil panen yang lebih banyak, dan mata pencaharian yang lebih stabil.
Dengan berinvestasi pada manfaat jangka panjang, petani dapat meningkatkan ketahanan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan mereka.
Menurut Sustainable Markets Initiative (SMI), tingkat pertumbuhan pertanian regeneratif harus tiga kali lipat untuk mencapai 40 persen lahan pertanian global agar dapat memenuhi kebutuhan planet ini untuk membatasi perubahan iklim hingga 1,5C.
Baca juga:
Bagian penting dari perjalanan menuju pertanian regeneratif adalah memastikan petani didukung secara finansial selama transisi.
Dukungan finansial ini akan memungkinkan petani untuk mengadopsi metode baru yang layak secara ekonomi dan berkelanjutan secara lingkungan.
Transisi yang sukses menuju pertanian regeneratif juga memerlukan aksi kolektif di seluruh rantai nilai pertanian, mulai dari petani hingga bisnis dan pemerintah.
Pertanian regeneratif ini menawarkan jalur menuju masa depan, di mana kita dapat memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat dari populasi yang terus bertambah cepat sambil melindungi planet untuk generasi mendatang.
Namun perlu komitmen dari pelaku bisnis, pemerintah, dan pemangku kepentingan dalam transisi ini supaya hak atas pangan bisa terwujud bagi semua orang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya