KOMPAS.com - Perubahan iklim dapat mengurangi produk domestik bruto (PDB) di negara-negara berkembang Asia dan Pasifik sebesar 17 persen pada 2070.
Temuan tersebut mengemuka berdasarkan penelitian baru Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) yang dirilis baru-baru ini.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa menyampaikan, perubahan iklim memperparah kerusakan akibat badai tropis, gelombang panas, dan banjir di kawasan Asia dan Pasifik.
Baca juga: Antisipasi Perubahan Iklim, Langkah Membumi Festival 2024 Digelar Pada 2-3 November
"Yang menyebabkan tantangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan penderitaan manusia," kata Asakawa sebagaimana dilansir Antara, Kamis (31/10/2024).
Meningkatnya permukaan air laut dan menurunnya produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kerugian terbesar.
Dari dampak tersebut, negara-negara berpendapatan yang lebih rendah dan ekonomi yang rapuh paling terdampak.
Penelitian baru ADB yang dirilis dalam laporan berjudul Laporan Iklim Asia-Pasifik ADB tersebut juga merinci serangkaian dampak merusak yang mengancam kawasa.
"Aksi iklim yang mendesak dan terkoordinasi dengan baik yang mengatasi dampak-dampak ini diperlukan sebelum terlambat," tutur Asakawa.
Baca juga: Riset: Generasi Z Khawatir Terhadap Perubahan Iklim
Jika krisis iklim terus meningkat, hingga 300 juta orang di wilayah tersebut dapat terancam oleh banjir pesisir. Di samping itu, aset pesisir senilai triliunan dolar dapat rusak setiap tahunnya pada 2070.
"Laporan iklim ini memberikan wawasan tentang cara membiayai kebutuhan adaptasi yang mendesak dan menawarkan rekomendasi kebijakan yang menjanjikan kepada pemerintah di negara-negara anggota kami yang sedang berkembang tentang cara mengurangi emisi gas rumah kaca dengan biaya terendah," ujar Asakawa.
Laporan itu juga mengungkapkan bahwa sentimen publik secara regional mendukung aksi iklim.
Dalam studi persepsi perubahan iklim ADB tahun ini, 91 persen responden di 14 ekonomi regional memandang pemanasan global sebagai masalah serius, dengan banyak yang menginginkan tindakan pemerintah yang lebih ambisius.
Respons adaptasi perlu dipercepat untuk mengatasi risiko iklim yang terus meningkat, bersamaan dengan perlunya peningkatan pendanaan iklim yang berfokus pada adaptasi.
Baca juga: Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim
Laporan tersebut menilai kebutuhan investasi tahunan bagi negara-negara regional untuk beradaptasi dengan pemanasan global antara 102 miliar dollar AS dan 431 miliar dollar AS.
Angka tersebut melebihi 34 miliar dollar AS pendanaan adaptasi yang dilacak di kawasan tersebut pada 2021-2022.
Reformasi regulasi pemerintah dan peningkatan pengakuan risiko iklim membantu menarik sumber-sumber baru modal iklim swasta, tetapi arus investasi swasta yang jauh lebih besar diperlukan.
Terkait mitigasi, laporan itu menunjukkan bahwa kawasan tersebut berada pada posisi yang tepat untuk memanfaatkan energi terbarukan dalam mendorong transisi menuju net zero emission (NZE).
Selaon itu, memajukan pasar karbon domestik dan internasional dapat membantu mencapai tujuan aksi iklim dengan biaya yang efektif.
Baca juga: Studi Sebut 8 dari 10 Orang di Dunia Terdampak Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya