Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di COP16 Kolombia, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah RI Batasi Produksi Nikel

Kompas.com - 01/11/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah organisasi mayarakat sipil Indonesia menyerukan pentingnya perlindungan terhadap alam dan keanekaragaman hayati Indonesia yang semakin terancam oleh ekspansi tambang nikel.

Seruan tersebut dikemukakan dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16 di Cali, Kolombia, yang berlangsung sejak 21 Oktober sampai 2 November.

Isu mengenai tambang mineral penting menjadi diskursus hangat dalam COP16. Pasalnya, tambang berpotensi tinggi mengancam integritas ekosistem, keanekaragaman hayati, dan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal di negara-negara produsen.

Baca juga: Serukan Hidup Selaras, 20 Negara Bentuk Koalisi Alam dalam COP16

Direktur Eksekutif Auriga Nusantara Timer Manurung mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatasi produksi nikel karena dampak negatifnya terhadap keanekaragaman hayati mengingat deposit nikel di Indonesia yang mencapai luasan 3,1 juta hektare terkonsentrasi di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Saat ini, terdapat hampir 1 juta hektare konsesi tambang nikel di Indonesia. Dari angka tersebut, 66 persen atau sekitar 0,64 juta hektare merupakan tutupan hutan alam.

Dia berujar, hampir 80 persen atau 2,5 juta hektare wilayah deposit nikel di Indonesia yang terkonsentrasi di wilayah timur merupakan kawasan yang kaya akan hutan dan keanekaragaman hayati, serta berada di dalam wilayah adat.

Wilayah tersebut juga merupakan rumah bagi setidaknya 18 spesies ikonik, yang keberadaannya terancam akibat ekspansi tambang nikel.

"Untuk itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk menetapkan 'No Go Zone' di area-area yang memiliki peran penting pada keanekaragaman hayati dan penanggulangan perubahan iklim," ujar Timer dikutup dari keterangan tertulis, Kamis (31/10/2024).

Baca juga: KTT Keanekaragaman Hayati COP16 Bakal Tunjukkan Penjaga Biodiversitas Sebenarnya

Timer juga menekankan Pemerintah Indonesia untuk menetapkan kuota bagi ekspansi tambang nikel yang bisa dilakukan diluar "No Go Zone" untuk mencegah kerusakan ekosistem yang lebih buruk.

Timer memaparkan, selain mengancam keanekaragaman hayati dan integritas ekosistem, pertambangan nikel juga mengancam kehidupan masyarakat adat.

Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting mencontohkan, di Morowali, Sulawesi Tengah, masyarakat Taa (Wana) telah menggunakan berbagai jenis kayu, seperti kayu bitti (Vitex cofassus), damar (Agathis alba), dan kumea (Manilkara celebica) selama berabad-abad sebagai bagian dari kehidupan mereka.

Namun, keberlanjutan sumber daya ini kini terancam oleh dampak tambang nikel yang masif.

"Pengolahan nikel menggunakan energi dari batu bara juga berdampak negatif pada keragaman hayati Pulau Kalimantan. Karenanya perlu pembatasan produksi nikel sesuai dengan daya dukung energi terbarukan agar target aksi iklim dan keragaman hayati dapat tercapai" tutur Pius.

Baca juga: Organisasi Maysrakat Sipil Serukan Perlindungan Masyarakat Adat dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Forest Watch Indonesia (FWI) juga menemukan bahwa industri nikel memiliki kaitan erat dengan penderitaan masyarakat adat, mulai dari dampak lingkungan seperti banjir hingga hilangnya akses masyarakat adat terhadap wilayahnya.

"Penambangan yang bertanggung jawab, mengikuti standarisasi yang sudah ada termasuk FPIC, merupakan bagian penting dari implementasi Kesepakatan Global Keanekaragaman Hayati atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF)," tutur Ogy Dwi Aulia dari FWI.

Program Officer Hutan dan Iklim dari Yayasan MADANI Berkelanjutan Salma Zakiyah menyatakan, agenda transisi energi untuk mengatasi perubahan iklim global tidak boleh merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Target 8 KM-GBF mencakup mandat untuk meminimalkan dampak aksi iklim terhadap keanekaragaman hayati.

Oleh karenanya, Indonesia harus menyelaraskan kebijakan iklim dengan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati, termasuk harmonisasi Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) dengan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP).

Baca juga: Mengenal KTT Keanekaragaman Hayati COP16 dan Urgensinya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Presiden Prabowo Didorong Jadikan Transisi Energi Misi Nasional

Presiden Prabowo Didorong Jadikan Transisi Energi Misi Nasional

LSM/Figur
Di COP16 Kolombia, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah RI Batasi Produksi Nikel

Di COP16 Kolombia, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah RI Batasi Produksi Nikel

LSM/Figur
Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Pemerintah
Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

LSM/Figur
Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

LSM/Figur
Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Swasta
Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Pemerintah
Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

BUMN
Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

LSM/Figur
10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

Pemerintah
19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

LSM/Figur
Bahan Pemadam Kebakaran Mengandung Logam Berat yang Cemari Lingkungan

Bahan Pemadam Kebakaran Mengandung Logam Berat yang Cemari Lingkungan

Pemerintah
Ganti Rugi Pemulihan Lingkungan Capai Rp 20 Triliun, tapi Belum Masuk Kas Negara

Ganti Rugi Pemulihan Lingkungan Capai Rp 20 Triliun, tapi Belum Masuk Kas Negara

LSM/Figur
2 Bank Ini Salurkan Pembiayaan Berkelanjutan Rp 110 Triliun hingga September 2024

2 Bank Ini Salurkan Pembiayaan Berkelanjutan Rp 110 Triliun hingga September 2024

Swasta
Terdapat Area yang Terbuka, Hutan Kemasyarakatan di Kalteng Perlu Restorasi

Terdapat Area yang Terbuka, Hutan Kemasyarakatan di Kalteng Perlu Restorasi

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau