KOMPAS.com - Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Bambang Brodjonegoro mengatakan, transisi energi membutuhkan pendekatan yang adil, terarah, dan inklusif.
Menurutnya, peningkatan kapasitas energi terbarukan dan efisiensi energi memerlukan langkah nyata yang memprioritaskan kesetaraan sosial dan ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Bambang dalam pembukaan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), ICEF, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Baca juga: Presiden Prabowo Didorong Jadikan Transisi Energi Misi Nasional
Bambang menuturkan, pendekatan transisi yang adil dan terarah perlu dilakukan secara kolaboratif, didukung oleh kebijakan yang tepat, investasi infrastruktur, penguasaan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
"Artinya, kita perlu menyelaraskan antara kebijakan ekonomi dan energi untuk mendukung penciptaan lapangan kerja, resiliensi ekonomi dan pertumbuhan berkelanjutan, memastikan tidak seorangpun yang tertinggal dalam proses transisi energi," tutur Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi tersebut dikutip dari keterangan tertulis.
Bambang juga menegaskan transisi energi adalah peluang ekonomi bukan sebuah beban. Sehingga dapat menarik lebih banyak investasi dan menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan.
Selain itu, integrasi praktik berkelanjutan dalam ekonomi Indonesia akan mendukung agenda Asta Cita dari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa berujar, pelaksanaan transisi energi yang adil dan tertata memerlukan komitmen dan kepemimpinan yang kuat.
Baca juga: Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014
Hal tersebut diperlukan agar pemangku kepentingan mengambil langkah nyata dalam meningkatkan bauran energi terbarukan, melaksanakan efisiensi energi, membangun kolaborasi lintas sektor, serta mengatasi hambatan-hambatan investasi untuk mencapai target nasional.
Di satu sisi, peningkatan bauran energi terbarukan membutuhkan peningkatan investasi yang akan meningkatkan kontribusi pada pertumbuhan 8 persen yang menjadi target Prabowo.
"Selain itu, adanya target yang jelas dan peningkatan permintaan teknologi energi bersih dalam negeri akan mendorong minat investasi pada manufaktur industri teknologi energi bersih jika didukung kebijakan dan regulasi yang memadai," jelas Fabby.
Dia menambahkan, pertumbuhan industri manufaktur domestik ini akan menyumbang pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, ketersediaan energi bersih juga dapat menjadi daya tarik untuk investasi hilirisasi maupun industri manufaktur lainnya.
Baca juga: Kagama: Perlu Penguatan Aspek Hukum untuk Wujudkan Transisi Energi
"Untuk itu, pemerintah perlu menyelaraskan perencanaan pembangunan, menyelaraskan kebijakan transisi energi dengan kebijakan industri dan juga peningkatan kualitas SDM," papar Fabby.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani mengakui, investasi energi terbarukan di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan proyek energi terbarukan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, terdapat peluang investasi sebesar 15,9 miliar dollar AS.
Eniya menambahkan, pemerintah berupaya menarik investasi ini dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2024 serta Peraturan Menteri Perindustrian No 33 Tahun 2024.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur energi terbarukan sambil membangun industri energi terbarukan dalam negeri.
Baca juga: CSIS: Ada Banyak Tantangan dalam Capai Target Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya