KOMPAS.com - Transisi energi berkeadilan dinilai menjadi prinsip utama untuk mencapai target net zero emissions (NZE) pada 2060.
Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pendekatannya harus dilakukan secara adil, terarah dan inklusif.
Ia menyebut, peningkatan kapasitas energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia juga harus memprioritaskan kesetaraan sosial dan ekonomi.
Baca juga:
“Pendekatan transisi yang adil dan terarah perlu dilakukan secara kolaboratif, didukung oleh kebijakan yang tepat, investasi infrastruktur, penguasaan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM)," ujar Bambang dalam acara bertajuk Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Senin (4/11/2024).
Artinya, lanjut dia, perlu adanya penyelarasan antara kebijakan ekonomi dengan energi untuk mendukung penciptaan lapangan kerja, resiliensi ekonomi dan pertumbuhan berkelanjutan.
"Juga memastikan tidak seorang pun yang tertinggal dalam proses transisi energi,” imbuh Bambang.
Bambang pun menekankan agar pemangku kepentingan menganggap transisi energi adalah peluang ekonomi. Dengan begitu, bakal menarik lebih banyak investasi serta menciptakan ekosistem bisnis berkelanjutan.
Ia berpendapat, integrasi tersebut akan mendukung program Asta Cita dari kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, pelaksanaan transisi energi yang adil dan tertata memerlukan komitmen dan kepemimpinan kuat.
Sehingga dapat mendorong pemangku kepentingan mengambil langkah guna meningkatkan bauran energi terbarukan, melaksanakan efisiensi energi, membangun kolaborasi lintas sektor, hingga mengatasi hambatan investasi dalam mencapai target nasional.
“Peningkatan bauran energi terbarukan membutuhkan peningkatan investasi, yang akan meningkatkan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi tinggi 8 persen yang menjadi target pemerintahan Prabowo," jelas Fabby.
Baca juga:
"Selain itu, adanya target yang jelas dan peningkatan permintaan teknologi energi bersih dalam negeri akan mendorong minat investasi pada manufaktur industri teknologi energi bersih jika didukung kebijakan dan regulasi yang memadai," tambah dia.
Fabby berujar, pertumbuhan industri manufaktur domestik bakal menyumbang pertumbuhan ekonomi. Tak hanya itu, ketersediaan energi bersih juga dapat menjadi daya tarik untuk investasi hilirisasi maupun industri manufaktur lainnya.
"Untuk itu, pemerintah perlu menyelaraskan perencanaan pembangunan, menyelaraskan kebijakan transisi energi dengan kebijakan industri dan juga peningkatan kualitas SDM,” ucap Fabby.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya