KOMPAS.com - Laporan perilaku konsumen yang berkelanjutan dari Deloitte mengungkapkan keinginan masyarakat untuk mengurangi emisi telah mencapai titik jenuh dan menimbulkan skeptisisme.
Meski ada bukti kelelahan keberlanjutan, kesadaran akan isu perubahan iklim di antara konsumen meningkat dari tahun ke tahun.
Laporan tersebut menyatakan satu dari tiga konsumen mengaku cemas tentang perubahan iklim dan jumlahnya meningkat di antara mereka yang berusia 18-34 tahun.
Baca juga:
Di samping itu, satu dari tiga konsumen mengatakan mereka bersedia membayar lebih untuk produk dan layanan yang berkelanjutan, sementara setengahnya mengatakan mereka tidak mau.
Hal ini menyoroti perlunya aksesibilitas finansial di antara produk dan layanan yang berkelanjutan, karena keinginan itu ada sementara situasi keuangan menjadi penghalang.
Mengutip Green Economy, Rabu (6/11/2024) sebanyak 68 persen responden survei juga menunjukkan komitmen utama terhadap keberlanjutan dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Namun tidak ada bukti bahwa konsumen telah membuat kemajuan signifikan dalam mendukung isu tersebut.
Konsumen juga telah beralih ke kebiasaan belanja yang lebih berkelanjutan secara tidak sengaja karena perilaku belanja yang lebih hemat.
Misalnya, 55 persen konsumen memilih untuk memperbaiki barang alih-alih membeli barang baru.
Sedangkan 46 persen konsumen membeli barang bekas dan 42 persen lainnya membayar lebih untuk produk yang lebih tahan lama karena terkait dengan biaya hidup.
Terlebih lagi, 75 persen konsumen terbuka untuk mempertimbangkan penggunaan layanan perbaikan barang.
Sementara dua pertiga mempertimbangkan kemampuan perbaikan dan daya tahan produk sebelum melakukan pembelian. Hal ini mencerminkan penyesuaian sikap yang mendukung sirkularitas.
Kebiasaan-kebiasaan ini sekali lagi menyoroti pentingnya keterjangkauan dalam hal produk dan layanan yang berkelanjutan.
Sebagai informasi juga ekonomi sirkular global mewakili pasar senilai 2-3 miliar USD dalam beberapa tahun mendatang, yang diproyeksikan akan mengurangi emisi hingga 40 persen dan menghasilkan hampir dua juta pekerjaan.
Baca juga:
Laporan juga menemukan bahwa konsumen lebih melihat bisnis yang menjual produk dan layanan bertanggung jawab atas dampaknya terhadap lingkungan.
Sementara konsumen cenderung tidak memberikan tekanan pada diri sendiri untuk mengubah kebiasaan menjadi lebih berkelanjutan.
Sebanyak 45 persen responden survei mengatakan pula mereka mengandalkan bisnis untuk menawarkan produk dan layanan yang berkelanjutan sebagai standar.
Ini termasuk skema pengembalian, perbaikan, dan daur ulang yang ditawarkan oleh bisnis di samping produk mereka.
Baca juga: Belanja Bisnis untuk Keberlanjutan Meningkat
Dalam laporan Deloitte, terungkap pula terjadi penurunan efisiensi penggunaan energi.
Pada tahun 2024, lebih sedikit konsumen yang mengaku telah membatasi penggunaan air, mendaur ulang atau membuat kompos sampah rumah tangga, membatasi penggunaan plastik sekali pakai, dan mengurangi penggunaan mobil dibandingkan dengan hasil tahun 2023.
Sehingga secara umum, lebih sedikit konsumen tahun ini yang berupaya mengurangi konsumsi energi di rumah dibandingkan dengan tahun 2023.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya