Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB: Bencana Kelaparan Terjadi Akibat Konflik hingga Guncangan Iklim

Kompas.com - 04/11/2024, 10:19 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, tingkat krisis pangan akut terjadi di lima negara karena konflik, ketidakstabilan ekonomi, hingga perubahan iklim.

Lima negara yang mengalami ancaman kelaparan itu antara lain Haiti, Mali, Palestina, Sudan Selatan dan Sudan.

Mengutip UN News, Kamis (31/10/2024) Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mencatat, kelaparan bahkan telah diumumkan di wilayah Darfur Utara, Sudan. Sementara, negara yang dilanda perang masih menghadapi risiko kelaparan.

Baca juga:

"Risiko kelaparan yang berkepanjangan di sana, terkait dengan kurangnya akses bantuan setelah pecahnya perang lebih dari setahun yang lalu, serta kelaparan kronis yang mengancam jiwa di Haiti, Mali dan Sudan Selatan," demikian isi dari laporan badan pangan PBB.

Setidaknya, ada 22 negara yang tercatat sebagai pusat kelaparan. Artinya, diperkirakan akan mengalami peningkatan kelaparan parah. Laporan badan pangan PBB juga menemukan bahwa La Nina berisiko memengaruhi peningkatan kelaparan.

Fenomena ini berdampak pada perubahan iklim, dan diprediksi terjadi mulai sekarang hingga Maret 2025.

"Badan-badan cuaca telah memperingatkan bahwa La Nina kemungkinan akan mengganggu pola curah hujan yang akan berdampak pada pertanian di banyak titik kelaparan," kata PBB.

Laporan FAO dan WFP mengungkapkan, La Nina dapat menyebabkan banjir di Nigeria, Sudan Selatan, serta negara-negara Afrika Selatan lainnya. Kondisi itu juga kemungkinan mengakibatkan kekeringan di Ethiopia, Kenya, dan Somalia yang berpengaruh pada sistem pangan.

"Tanpa bantuan di 22 negara dan wilayah yang berisiko termasuk pendanaan dan makanan, ratusan ribu orang diperkirakan akan menghadapi kelaparan dalam beberapa bulan mendatang," ujar FAO dan WFP.

Baca juga:

Dalam laporannya, FAO dan WFP menyatakan Chad, Lebanon, Myanmar, Mozambik, Nigeria, Republik Arab Suriah dan Yaman diklasifikasikan sebagai titik panas yang sangat memprihatinkan. Di wilayah ini, diperkirakan banyak orang bakal menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang kritis.

Gencatan senjata

Sementara itu, Direktur Jenderal FAO QU Dongyu menekankan bahwa gencatan senjata di negara berkonflik perlu segera dilakukan.

“Jika kita ingin menyelamatkan nyawa dan mencegah kelaparan akut dan kekurangan gizi, kita sangat membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan,” ucap QU Dongyu,

FAO menilai, warga Palestina harus mendapatkan akses makanan bergizi tinggi maupun kembali memproduksi pangan lokal.

Baca juga: Langkah Pemerintah Wujudkan Swasembada Pangan Tanpa Tebang Hutan

"Sudah waktunya bagi para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan dan bekerja bersama kami untuk menjangkau jutaan orang yang berisiko kelaparan, dan memberikan solusi diplomatis terhadap konflik," tutur Direktur Eksekutif WFP Cindy McCain.

Dia turut meminta para pemimpin negara menggunakan pengaruhnya agar organisasi kemanusiaan bekerja dengan aman, serta memobilisasi sumber daya dan kemitraan yang diperlukan untuk menghentikan kelaparan secara global.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

LSM/Figur
Punya Peran Penting untuk Ketahanan Pangan Dunia, Petani Gurem Masih Terus Diabaikan

Punya Peran Penting untuk Ketahanan Pangan Dunia, Petani Gurem Masih Terus Diabaikan

LSM/Figur
Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

LSM/Figur
Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Pemerintah
Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

LSM/Figur
Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Pemerintah
Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

LSM/Figur
Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Pemerintah
42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

Pemerintah
Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Pemerintah
Masyarakat di Desa Guci Tegal Berhasil Kembangkan Hutan Wisata Berkelanjutan

Masyarakat di Desa Guci Tegal Berhasil Kembangkan Hutan Wisata Berkelanjutan

LSM/Figur
Jadi Utusan Khusus Sekjen PBB, Retno Marsudi: Dunia Masih Belum Sadar Krisis Air

Jadi Utusan Khusus Sekjen PBB, Retno Marsudi: Dunia Masih Belum Sadar Krisis Air

LSM/Figur
Warga di Berau Manfaatkan Lahan Hutan Mangrove untuk Bertambak

Warga di Berau Manfaatkan Lahan Hutan Mangrove untuk Bertambak

Pemerintah
COP16 Riyadh: Investasi Restorasi Lahan Berdampak Ekonomi 30 Kali Lipat

COP16 Riyadh: Investasi Restorasi Lahan Berdampak Ekonomi 30 Kali Lipat

LSM/Figur
Kendaraan di Dunia Lepaskan 6 Juta Ton Serpihan Mikroplastik Per Tahun

Kendaraan di Dunia Lepaskan 6 Juta Ton Serpihan Mikroplastik Per Tahun

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau