Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bondan Andriyanu
Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia

Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia

Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo

Kompas.com - 07/11/2024, 12:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EUFORIA pemerintahan baru masih terasa sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, pada Minggu (20/10).

Sejumlah keyakinan disampaikan oleh Prabowo dalam pidato perdananya di depan wakil rakyat dan disaksikan rakyat Indonesia melalui platform audio visual.

Salah satu yang menarik mengenai pernyataan Prabowo terkait swasembada energi, tentang bangganya dengan kekayaan batu bara di negeri ini.

Sejumlah industri masih sangat bergantung pada batu bara, sumber energi yang justru bertentangan dengan semangat keberlanjutan.

Contohnya industri nikel di Indonesia, saat ini berada di persimpangan jalan dalam upaya transisi energi, karena masih sangat bergantung pada batu bara.

Hingga saat ini, mayoritas industri nikel di Indonesia, termasuk fasilitas smelter yang digunakannya untuk memurnikan bijih nikel, masih mengandalkan PLTU yang energinya berasal dari batu bara.

Proses hilirisasi menjadi paradoks besar, karena industri yang seharusnya mendukung perkembangan energi bersih justru berkontribusi pada emisi karbon yang tinggi.

Berdasarkan perhitungan tim peneliti Greenpeace, emisi dari PLTU yang telah beroperasi diperkirakan akan menghasilkan 5.260 kematian dini dan 1.690 berat lahir rendah per tahun akibat terpapar polutan berbahaya.

Nitrogen Dioksida, Sulfur Dioksida, Merkuri, Timbal, Arsenik, Kadmium dan PM2.5, semua polutan yang berasal dari PLTU ini memicu peningkatan prevalensi penyakit jantung, paru-paru, dan masalah pernapasan pada anak-anak dan kelompok sensitif lainnya.

Sehingga hal ini sangat berdampak terutama bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi smelter.

Kondisi ini diakui oleh Menteri ESDM, Bahlil Dahalia, dalam sidang Doktornya di Universitas Indonesia pada 16 Oktober 2024 lalu.

Dari temuan risetnya, Bahlil menemukan hilirisasi nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan Weda Bay Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, meskipun memberi peningkatan penerimaan negara, tapi berdampak buruk pada kesehatan terutama ISPA yang melonjak pada masyarakat sekitar hingga menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan ini.

Masyarakat tentu tidak diam. Sejumlah gerakan masyarakat muncul menyuarakan penderitaan yang mereka rasakan.

Salah satunya koalisi Sulawesi Tanpa Polusi, yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat di Sulawesi dan Jakarta.

Pada 1 Oktober 2024, sejumlah perwakilannya datang ke Kementerian ESDM di Jakarta, dengan tujuan Presiden melalui Kementerian ESDM-nya dapat merevisi Pasal 3 ayat (4) huruf b Perpres 112/2022 tentang pembangunan PLTU dalam percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan energi Listrik.

Hal ini dilakukan untuk mencegah penambahan izin PLTU Captive dalam proses hilirisasi nikel.

Kita tahu mengurangi ketergantungan pada batu bara bukanlah proses mudah, terutama karena pemerintah masih memberikan banyak insentif untuk eksploitasi dan penggunaan batu bara.

Namun, transisi dari batu bara ke energi bersih di sektor ini harus menjadi prioritas. Jika ingin mencapai target iklim yang ambisius, maka Indonesia harus mempercepat penghapusan subsidi batu bara dan memberikan insentif yang lebih besar untuk pengembangan energi terbarukan.

Tantangan besar lainnya adalah keterbatasan infrastruktur energi terbarukan. Wilayah-wilayah penghasil nikel seperti Sulawesi dan Maluku Utara memiliki potensi besar untuk pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

Namun, pengembangan ini belum terjadi dengan skala yang cukup untuk menggantikan batu bara.

Investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan sangat diperlukan untuk memungkinkan industri nikel beralih ke sumber energi bersih.

Pemerintah harus mendorong investasi di sektor ini dengan membuat kebijakan yang menarik bagi investor domestik maupun internasional.

Pengembangan infrastruktur jaringan listrik yang mendukung distribusi energi bersih di daerah terpencil juga menjadi kebutuhan mendesak.

Masalah kebijakan menjadi salah satu penghambat utama dalam transisi energi di sektor nikel. Banyak kebijakan yang masih mendukung pemanfaatan energi fosil, termasuk batu bara.

Misalnya, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara masih menempatkan batu bara sebagai pilar utama dalam strategi energi nasional.

Kebijakan-kebijakan ini perlu diperbarui agar lebih selaras dengan komitmen iklim global dan kebutuhan akan energi bersih.

Pemerintah harus merancang regulasi yang mendorong pengurangan emisi karbon, menghapus subsidi untuk energi fosil, dan memberikan insentif bagi pengembangan energi terbarukan.

Tanpa perubahan kebijakan yang signifikan, industri nikel akan terus terjebak dalam ketergantungan pada energi kotor.

Selain regulasi, tantangan besar lainnya adalah kesiapan teknologi dan pendanaan. Teknologi energi terbarukan yang diperlukan untuk mendukung produksi nikel bersih masih mahal dan memerlukan investasi besar. Banyak perusahaan menghadapi kendala finansial untuk mengadopsi teknologi baru ini.

Pendanaan untuk proyek energi bersih di sektor nikel harus menjadi fokus pemerintah dan lembaga keuangan.

Skema pendanaan hijau seperti obligasi hijau (green bonds) dapat menjadi solusi, di samping kerja sama dengan lembaga internasional yang dapat memberikan dukungan teknologi dan pendanaan.

Tanpa adanya mekanisme pendanaan yang jelas, transisi ke energi bersih di sektor nikel akan terus tertunda.

Tantangan yang dihadapi oleh industri nikel dalam upaya transisi energi sangatlah kompleks. Namun, dengan komitmen kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, perubahan ini bukan hal yang mustahil.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi global, khususnya di sektor nikel, jika dapat mengatasi ketergantungan pada batu bara, membangun infrastruktur energi terbarukan, memperbarui regulasi, serta memfasilitasi pendanaan untuk teknologi bersih.

Greenpeace Indonesia menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam memastikan bahwa industri nikel tidak hanya mendukung revolusi energi bersih secara global, tetapi juga menjadi sektor yang bebas dari emisi karbon dalam operasinya sendiri, hingga terwujudnya hilirisasi tanpa polusi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Demi Lingkungan, Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Moratorium Sawit

Demi Lingkungan, Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Moratorium Sawit

LSM/Figur
Bos Tambang Ramal Indonesia Jadi Produsen Nikel Terbesar di Dunia

Bos Tambang Ramal Indonesia Jadi Produsen Nikel Terbesar di Dunia

Swasta
UEFA Klaim Berhasil Pangkas Emisi Karbon Sepanjang Perhelatan EURO 2024

UEFA Klaim Berhasil Pangkas Emisi Karbon Sepanjang Perhelatan EURO 2024

LSM/Figur
Pakar: Solusi Berbasis Alam Jadi Cara Dukung Manajemen Air

Pakar: Solusi Berbasis Alam Jadi Cara Dukung Manajemen Air

LSM/Figur
Sebagian Besar Perusahaan Tak Punya Rencana Kurangi Emisi dari Perjalanan Bisnis

Sebagian Besar Perusahaan Tak Punya Rencana Kurangi Emisi dari Perjalanan Bisnis

Swasta
Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Ilmuwan Iklim

Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Ilmuwan Iklim

LSM/Figur
Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo

Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo

Pemerintah
Perluas Jangkauan WASH+, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia Luncurkan 'Wawasan Nusantara'

Perluas Jangkauan WASH+, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia Luncurkan "Wawasan Nusantara"

Swasta
Potensi Minyak Jelantah Hampir 1 Juta Kilo Liter, Bisa Jadi Biofuel

Potensi Minyak Jelantah Hampir 1 Juta Kilo Liter, Bisa Jadi Biofuel

LSM/Figur
Coca-Cola Luncurkan Wawasan Nusantara, Program Kelola Sampah dan Pertanian Masyarakat

Coca-Cola Luncurkan Wawasan Nusantara, Program Kelola Sampah dan Pertanian Masyarakat

Pemerintah
Sampah Plastik Bisa Dideteksi dari Luar Angkasa

Sampah Plastik Bisa Dideteksi dari Luar Angkasa

Pemerintah
Pemerintah Siapkan Skema Biaya Peminjaman Satwa Endemik ke Negara Lain

Pemerintah Siapkan Skema Biaya Peminjaman Satwa Endemik ke Negara Lain

Pemerintah
Indonesia Perlu Segera Tetapkan Peta Jalan Pensiunkan Dini PLTU Batu Bara

Indonesia Perlu Segera Tetapkan Peta Jalan Pensiunkan Dini PLTU Batu Bara

Pemerintah
Deloitte: Konsumen Hadapi Titik Jenuh Terhadap Isu Keberlanjutan

Deloitte: Konsumen Hadapi Titik Jenuh Terhadap Isu Keberlanjutan

Pemerintah
Pengurangan Produksi Daging Sapi di Negara Kaya Bantu Lawan Perubahan Iklim

Pengurangan Produksi Daging Sapi di Negara Kaya Bantu Lawan Perubahan Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau