Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampah Plastik Bisa Dideteksi dari Luar Angkasa

Kompas.com - 07/11/2024, 09:14 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan dari Universitas RMIT, Australia telah mengembangkan metode baru untuk memantau keberadaan sampah plastik di pantai, yakni dengan mendeteksinya dari luar angkasa.

Alat citra satelit yang dikembangkan oleh ilmuwan ini bisa menangkap perbedaan bagaimana pasir, air, dan plastik memantulkan cahaya sehingga plastik dapat ditemukan di garis pantai dari ketinggian lebih dari 600 km.

Teknologi satelit memang telah digunakan untuk melacak sejumlah besar plastik yang mengambang di lautan kita.

Namun teknologi satelit yang digunakan untuk menemukan plastik yang mengambang di air tidak bekerja dengan baik untuk menemukan plastik yang tergeletak di pantai karena plastik dapat dengan mudah menyatu dengan pasir.

Penemuan terbaru ini pun bisa menjadi cara yang efektif untuk menemukan plastik di pantai.

Baca juga: Kebocoran Sampah Plastik di Laut Bikin Rugi Negara Rp 225 Triliun

Teknologi Satelit

Mengutip laman resmi Universitas RMIT, Rabu (6/11/2024) teknologi bernama Beached Plastic Debris Index (BPDI ) ini dirancang secara khusus untuk memetakan sampah plastik di lingkungan pantai menggunakan data definisi tinggi dari satelit WorldView-3, yang mengorbit bumi sejajar dengan matahari pada ketinggian 617 km.

Untuk menguji kinerjanya, 14 target plastik berukuran sekitar dua meter persegi masing-masing ditempatkan di sebuah pantai di selatan Gippsland, Victoria.

Hasilnya, BPDI mampu membedakan kontaminasi plastik yang biasanya salah diklasifikasikan sebagai bayangan dan air.

Baca juga: Parade Monster Plastik Digelar 7 Kota, Suarakan Bahaya Sampah

“Ini sangat menarik, karena hingga saat ini kami belum memiliki alat untuk mendeteksi plastik di lingkungan pesisir dari luar angkasa,” ungkap Dr Mariela Soto-Berelov, salah satu penulis studi ini.

Dan keuntungan lain penggunaan citra satelit adalah itu dapat menangkap area yang luas dan terpencil secara berkala.

“Deteksi merupakan langkah kunci yang diperlukan untuk memahami di mana sampah plastik terkumpul dan merencanakan operasi pembersihan, yang sejalan dengan beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," tambah Soto-Berelov.

Langkah selanjutnya adalah menguji kegunaan BPDI dalam skenario kehidupan nyata.

"Kami ingin bermitra dengan organisasi lain untuk membantu melindungi pantai-pantai dari sampah plastik," kata Soto-Berelov lagi.

Baca juga: Selain Setop Impor Sampah Plastik, Pemerintah Bakal Perketat Impor Sampah Kertas

Lautan Plastik

Saat ini, kita membuang lebih dari 10 juta ton sampah plastik ke lautan setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2030, angka tersebut dapat mencapai 60 juta.

Dan menurut penulis utama studi, Dr. Jenna Guffogg, plastik di pantai dapat berdampak buruk pada satwa liar dan habitatnya, sama seperti di perairan terbuka.

“Plastik dapat disalahartikan sebagai makanan, hewan yang lebih besar bisa terjerat dan hewan yang lebih kecil, seperti kepiting dapat terperangkap di dalam barang-barang seperti wadah plastik,” katanya.

Jika tidak disingkirkan, plastik-plastik ini pasti akan terfragmentasi lebih lanjut menjadi plastik mikro dan nano.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau