KOMPAS.com - Para pemimpin teknologi dan lingkungan pada perhelatan COP29, Sabtu (19/11/2024) di Baku, Azerbaijan sepakat untuk mendukung deklarasi penggunaan teknologi digital untuk mempercepat aksi iklim.
Deklarasi ini nantinya bakal memberi dukungan terhadap pengurangan jejak karbon dan polusi dari manufaktur teknologi serta mengatasi masalah limbah elektronik yang terus meningkat.
Deklarasi COP29 tentang Aksi Digital Hijau tersebut menerima dukungan pemerintah, perusahaan, organisasi masyarakat sipil, organisasi internasional dan regional, juga pemangku kepentingan lainnya.
Dikutip dari laman resmi United Nations, Selasa (19/11/2024) deklarasi COP29 tentang Aksi Digital Hijau ini mengakui pentingnya teknologi digital untuk mengurangi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Baca juga:
Tujuan dalam deklarasi tersebut menggarisbawahi bagaimana inovasi digital dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan menyediakan alat penyelamat hidup untuk menginformasikan dan memperingatkan masyarakat.
“Momen penting bagi Aksi Digital Hijau di COP29 ini harus mendorong kita maju dengan keyakinan bersama bahwa kita dapat dan harus mengurangi jejak lingkungan dari teknologi digital sambil memanfaatkan potensinya yang tak terbantahkan untuk mengatasi krisis iklim,” kata Sekretaris Jenderal ITU Doreen Bogdan-Martin.
Persatuan Telekomunikasi Internasional PBB (ITU) sendiri menyebut teknologi digital dapat menjadi alat utama untuk mempercepat pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Teknologi, menurut ITU memainkan peran utama untuk pemantauan iklim, sistem peringatan dini, dan adaptasi serta mitigasi secara keseluruhan.
Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan big data juga dapat memainkan peran utama dalam mengoptimalkan konsumsi energi di dunia digital.
Misalnya, dengan memanfaatkan algoritma AI, pusat data dapat mengoptimalkan efisiensi energi, menyederhanakan operasi, dan mengurangi jejak karbon.
Baca juga:
Kendati punya banyak hal positif, pemanfaatan teknologi digital pun juga memiliki tantangan tersendiri.
Seiring dengan meningkatnya penggunaan produk dan layanan digital, maka bertambah pula pemakaian jumlah energi dan air yang dimanfaatkan, termasuk dengan limbah elektronik yang dihasilkan.
Tingkat digitalisasi yang terus meningkat membutuhkan pula lebih banyak energi yang meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Sementara program AI memerlukan server yang beroperasi sepanjang waktu. Server dan pusat data yang menaunginya menggunakan banyak listrik. Selain itu, lebih banyak energi diperlukan untuk mendinginkan pusat data.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya