KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya terhadap pengendalian perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan.
Dalam kegiatan tersebut, salah satu inisiatif yang disampaikan adalah terkait rehabilitasi hutan terdegradasi dan perlindungan satwa liar.
Pada pembukaan Paviliun Indonesia, Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto pada COP29, Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan bahwa 12,7 juta hektare (ha) area hutan di Indonesia saat ini telah terdegradasi. Kebakaran hutan disebut sebagai salah satu penyebab utama kerusakan.
Alhasil, banyak hutan kini menjadi tandus dan hanya ditumbuhi semak belukar. Untuk memulihkan kondisi ini, pemerintah pun berkomitmen melakukan rehabilitasi agar belasan juta hektare area hutan dapat balik ke kondisi semula.
Berdasarkan buku The State of Indonesia's Forests (SOIFO) yang dipublikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan, menjaga, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan agar kapasitas, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem kehidupan dapat tetap terjaga.
Baca juga: Luncurkan Laporan Keberlanjutan 2023, Berikut Capaian APRIL Dukung SDGs
“Presiden Prabowo telah menyetujui program rehabilitasi masif untuk memulihkan 12,7 juta ha hutan terdegradasi dengan pendekatan yang lebih beragam secara hayati,” ujar Hashim dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (14/11/2024).
Hashim menegaskan, rehabilitasi yang akan dilakukan pemerintah tidak sekadar fokus pada penghijauan hutan, tetapi juga penciptaan kembali habitat demi mendukung populasi satwa liar yang sehat.
Keberhasilan konsep itu sendiri telah dibuktikan di Samboja Lestari, Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Selama 20 tahun terakhir, area padang rumput seluas 1.800 ha di Samboja Lestari berhasil direhabilitasi.
Namun, untuk mencapai target rehabilitasi yang masif ini, diperlukan sinergi antarsektor.
“Ini adalah sesuatu yang akan disambut baik oleh Pemerintah Indonesia, dengan membuka kesempatan bagi pihak internasional untuk berpartisipasi dalam memerangi masalah yang sudah menjadi masalah global, bukan hanya nasional,” kata Hashim.
Selain rehabilitasi, upaya pemulihan kondisi hutan juga dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan melakukan restorasi ekosistem.
SOIFO mendefinisikan restorasi ekosistem sebagai upaya pemulihan unsur hayati (flora dan fauna) serta non-hayati (tanah dan air) suatu kawasan lahan ke kondisi semula, untuk mendukung tercapainya keseimbangan hayati serta ekosistem.
Oleh karena itu, upaya restorasi disebutkan memiliki tingkat pemulihan yang lebih tinggi ketimbang rehabilitasi.
Baca juga: RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030
Dalam praktiknya, restorasi mencakup pemulihan komposisi spesies, struktur, dan fungsi ekologi.
Upaya restorasi sendiri sudah dijalankan oleh beberapa pihak yang berkomitmen pada isu keberlanjutan lingkungan, termasuk oleh sektor swasta.
Salah satu pihak yang gencar dalam melakukan restorasi hutan adalah produsen pulp dan kertas APRIL Group.
Perusahaan itu telah menjalankan serangkaian upaya restorasi hutan dan pelestarian ekosistem di area operasionalnya di Pangkalan Kerinci, Riau.
Untuk diketahui, APRIL Group mengelola hutan tanaman industri (HTI) seluas 454.054 ha untuk menghasilkan bubur kayu yang kemudian diolah menjadi berbagai produk.
Produk-produk tersebut di antaranya adalah tisu, kertas, dan bahan tekstil. Adapun produk unggulan dari APRIL Group adalah PaperOne yang telah dipasarkan ke lebih dari 110 negara.
Saat berbicara dalam sesi CEO Dialogue di Paviliun Indonesia COP29, Senin (11/11/2024), Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper–unit operasional APRIL Group–Sihol Aritonang menjelaskan bahwa, pihaknya juga melestarikan hutan alam dalam konsesi HTI yang perusahaan kelola.
“Ini yang kami sebut dengan produksi-proteksi. Lewat pendekatan ini, area HTI yang dikelola APRIL berfungsi sebagai pelindung bagi hutan alam,” jelas Sihol.
Melalui pendekatan produksi-proteksi, APRIL berkomitmen menerapkan konsep 1:1. Dalam konsep ini, setiap hektare lahan yang dikelola HTI akan diimbangi dengan satu hektare hutan alam yang direstorasi.
Baca juga: Menilik Dampak Investasi APRIL Group di Pangkalan Kerinci
Hingga kini, APRIL telah mencapai 80 persen dari komitmen tersebut dengan area konservasi seluas 361.231 ha.
Area konservasi itu mencakup kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, Riau. Kawasan ini diinisiasi sejak 2013.
Adapun luas kawasan RER mencapai 150.693 ha atau setara dua kali luas wilayah Singapura.
Kawasan RER menjadi bagian penting dalam pemenuhan komitmen produksi-proteksi APRIL. Kawasan ini telah menjadi rumah bagi 896 spesies flora dan fauna, termasuk spesies langka serta terancam punah.
“Keberadaan kawasan RER menjadi bagian penting dari strategi perusahaan dalam mendukung pencapaian FOLU Net Sink 2030. Pendekatan ini efektif karena sumber daya dari hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk melindungi hutan alam,” ucap Sihol.
Sejak 2020, tambah Sihol, APRIL juga telah menginvestasikan 1 dollar Amerika Serikat (AS) untuk setiap ton kayu yang masuk ke dalam rantai pasokannya.
Investasi dilakukan untuk mendukung upaya konservasi, baik di dalam konsesinya maupun di luar konsesi melalui kemitraan dengan berbagai pihak.
Hingga saat ini, APRIL telah menginvestasikan hampir 35 juta dollar AS untuk komitmen konservasi dan restorasi tersebut.
"Dengan demikian, kami berkontribusi secara langsung dan terukur terhadap pencapaian target pengurangan emisi karbon di sektor kehutanan," ujar Sihol.
APRIL berharap, upaya perusahaan dalam konservasi dan restorasi dapat sejalan dengan target Pemerintah Indonesia dalam rehabilitasi hutan dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Baca juga: Langkah Kecil Berdampak Besar dengan Pakai Kemasan Berkelanjutan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya