Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/11/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM) bisa menghemat biaya kesehatan Rp 550 miliar setiap tahunnya di Jakarta.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan studi terbaru berjudul Analisis Dampak Kebijakan Pengetatan Standar Kualitas BBM pada Aspek Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), dan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI).

Kajian tersebut menunjukkan pengetatan standar kualitas BBM setara Euro IV berdampak signifikan terhadap pengurangan polusi udara.

Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan akibat Polusi Plastik

Sehingga, kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat karena menurunkan biaya sosial dan ekonomi yang diakibatkan karena pengeluaran biaya kesehatan.

Selain itu, dampak pengetatan standar kualitas BBM juga mencegah hilangnya kesempatan ekonomi, mencegah kerusakan lingkungan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, sekitar 45 persen polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi. 

Fabby mengungkapkan, mayoritas BBM di pasar Indonesia, seperti Pertalite dan Pertamax, memiliki kualitas rendah yang diindikasikan dari kandungan sulfur mencapai 150–400 ppm, jauh di atas standar Euro IV. 

Sulfur merupakan komponen alami minyak mentah yang terdapat pada bensin dan diesel. Saat dibakar, sulfur menghasilkan emisi berupa sulfur dioksida.

Untuk itu, ia mendorong penurunan kandungan sulfur dengan memperketat standar kualitas BBM, seperti menerapkan Euro IV yang membatasi sulfur maksimal 50 ppm.

Baca juga: Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo

"Polusi udara menyebabkan kerugian perekonomian yang meningkatkan biaya kesehatan, menurunkan produktivitas masyarakat dan kerusakan lingkungan," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Selasa (19/11/2024). 

Berdasarkan laporan Bank Dunia, polusi udara di Indonesia mengurangi produk domestik bruto (PDB) 220 miliar dollar AS atau sekitar 6,6 persen per tahun. 

"Jika ingin mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen, seperti yang dicita-citakan Presiden Prabowo, maka pemerintah perlu sungguh-sungguh mengatasi masalah polusi udara ini," tutur Fabby.

Ia mengungkapkan, penerapan standar Euro IV memang memerlukan investasi yang relatif besar untuk teknologi pengolahan bahan bakar, serta memperbarui infrastruktur kilang minyak.

Baca juga: Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Meski demikian, biaya ini akan terbayar dari perbaikan kualitas udara yang berdampak pada penurunan biaya kesehatan dan pertumbuhan ekonomi yang jauh signifikan dibandingkan investasi yang dikeluarkan. 

Ketua RCCC UI Profesor Budi Haryanto menyampaikan, di Jakarta, total kasus penyakit akibat polusi udara seperti ISPA, asma, radang dan infeksi paru-paru, mencapai 175.000 hingga 599.000 kasus pada periode 2016-2021. 

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau