Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG: Tebal Es Pegunungan Jayawijaya Tinggal 4 Meter

Kompas.com, 2 Desember 2024, 14:49 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah, terus menyusut secara drastis.

Berdasarkan pengamatan tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya diperkirakan tersisa tinggal 4 meter.

Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana mengatakan, perkiraan ketebalan es itu didapatkan berdasarkan pengukuran terhadap tongkat atau stake ukur yang ditanam di Puncak Sudirman Pegunungan Jayawijaya.

Baca juga: Salju Abadi di Puncak Jaya Terancam Punah, BMKG Ungkap Penyebab dan Dampaknya

"Terakhir ada 14 stake yang sudah tersingkap artinya ketebalan gletser diperkirakan tinggal empat meter," kata dia sebagaimana dilansir Antara, Senin (2/12/2024).

Ketebalan es tersebut sudah menyusut signifikan dibandingkan hasil pengukuran BMKG sebelumnya yaitu 32 meter pada tahun 2010 dan 5,6 meter pada medio November 2015- Mei 2016.

"Hal ini juga disebabkan oleh El Nino kuat yang terjadi pada saat itu," ucap Donaldi.

Selain itu, hasil survei yang dilakukan pada November 2024 menunjukkan penurunan luas permukaan es sangat drastis di Puncak Sudirman.

Baca juga: Kata Media Asing soal Salju Abadi di Puncak Jaya yang Terancam Punah

Luas es menyusut pada November 2024 menjadi 0,11 – 0,16 kilometer persegi dari sebelumnya 0,23 kilometer persegi tahun 2022.

Penipisan ketebalan es dan dinamika cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi tim survei gabungan antara BMKG bersama dengan PT Freeport Indonesia dalam melakukan pengukuran es pada puncak tertinggi ke tujuh dunia itu.

Tim tersebut sebelumnya dalam survei yang mulai intens dilakukan sejak 2010 ini bisa leluasa melakukan pengukuran dengan cara traking atau terbang menggunakan helikopter dan mendarat permukaan es.

Namun sejak tahun 2017, mereka mengandalkan analisa gambar visual dan pengamatan keberadaan stake untuk mengukur ketebalan es.

"Tetapi survei ini akan terus kami lakukan untuk mendokumentasikan es di Papua yang sudah dalam tahap yang sulit untuk mempertahankannya lagi," jelas Donaldi.

Baca juga: Salju Abadi di Papua Berkurang 0,07 Km Persegi Per Tahun dan Terancam Punah 2025

BMKG menilai pencairan es di Pegunungan Jayawijaya merupakan salah satu bukti nyata dari perubahan iklim yang kini membuat Bumi bersuhu lebih panas.

Merujuk data Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG, kenaikan suhu secara global melaju lebih cepat mencapai 1,45 derajat celsius di atas suhu rata-rata masa pra-industri.

Sedangkan di Indonesia, kenaikan suhu rata-ratanya adalah 0,15 derajat celsius per 10 tahun.

Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert C Nahas mengatakan, laju peningkatan suhu yang tinggi terjadi di wilayah Kalimantan, Sumatera bagian selatan, Jakarta dan sekitarnya, Sumatera bagian utara, Papua Pegunungan, dan sebagian kecil Sulawesi.

Menurutnya, berdasarkan tren historis dan diproyeksikan ke depannya dengan penyederhanaan 0,15 derajat per 10 tahun, maka di pertengahan abad 21 ini suhu Indonesia sudah akan melampaui batas 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Terus Mencair, Salju Abadi Puncak Jaya Terancam Musnah Akibat Pemanasan Global

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau