Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Degradasi Lahan Semakin Cepat, Capai 1 Juta Km Persegi per Tahun

Kompas.com, 2 Desember 2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Degradasi lahan meluas di seluruh dunia dengan laju mencapai 1 juta kilometer persegi setiap tahun.

Kondisi ini melemahkan berbagai upaya untuk menstabilkan iklim, melindungi alam, dan memastikan pasokan pangan berkelanjutan.

Temuan tersebut mengemuka dalam studi Potsdam Institute for Climate Impact Research berjudul Stepping back from the precipice: Transforming land management to stay within planetary boundaries, yang dirilis baru-baru ini.

Baca juga: Sektor Swasta Perlu Terlibat Melawan Degradasi Lahan

Studi tersebut dirilis menjelang dimulainya konferensi para pihak ke-16 (COP16) United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) yang digelar di Riyadh, Arab Saudi, pada 2-13 Desember.

Laporan tersebut menyebutkan, area yang terdegradasi di seluruh dunia saat ini sudah seluas 15 juta km persegi.

Sekretaris Eksekutif UNCCD Ibrahim Thiaw mengatakan, lahan memiliki peran yang sangat penting bagi makhluk hidup.

"Jika kita gagal mengakui peran penting lahan dan mengambil tindakan yang tepat, konsekuensinya akan berdampak pada setiap aspek kehidupan dan berlanjut hingga masa depan, sehingga memperparah kesulitan bagi generasi mendatang," kata Thiaw, sebagaimana dilansir The Guardian, Minggu (1/12/2024).

Laporan itu mencatat hingga saat ini, ekosistem daratan menyerap hampir sepertiga dari polusi karbon dioksida yang disebabkan manusia, bahkan ketika emisi tersebut meningkat setengahnya. 

Baca juga: Separuh Negara di Dunia Alami Degradasi Sistem Air Tawar

Namun selama 10 tahun terakhir, kapasitas pohon dan tanah untuk menyerap kelebihan karbon dioksida telah menyusut hingga 20 persen akibat penggundulan hutan dan perubahan iklim.

Menurut laporan tersebut, penyebab utamanya adalah praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, yang bertanggung jawab atas 80 persen hilangnya hutan. 

Praktik pertanian tersebut meliputi penggunaan bahan kimia, pestisida, dan penggunaan air secara besar-besaran. Berbagai aktivitas tersebut mengikis tanah, mengurangi persediaan air, dan mencemari ekosistem.

Dalam jangka pendek, teknik tersebut memang lebih menguntungkan.

Akan tetapi, beberapa waktu kemudian, hasil panen akan menurun dan kualitas gizi panen menjadi lebih buruk. Dalam sejumlah kasus, hal ini mengakibatkan penggurunan dan badai debu.

Baca juga: Konferensi Melawan Penggurunan COP16: Tempat, Waktu, dan Agenda Utama

Di sisi lain, perubahan iklim yang terjadi turut memperparah degradasi lahan melalui kekeringan yang berkepanjangan dan banjir yang semakin parah.

Para penulis mengatakan, laporan tersebut menunjukkan pentingnya mengambil pendekatan terpadu terhadap masalah-masalah ini.

"Para pembuat kebijakan harus memperkuat fokus mereka pada lahan sebagai landasan keberlanjutan global," kata Claudia Hunecke dari Potsdam Institute for Climate Impact Research. 

Dia menuturkan, degradasi lahan berisiko memperburuk tekanan sumber daya, kemiskinan, migrasi, dan konflik.

"Para pembuat kebijakan harus mengatasi dampak lingkungan dan sosial ekonomi dari penggunaan lahan. Keterkaitan penggunaan lahan dengan sistem Bumi dan mata pencaharian manusia dapat bertindak sebagai pengungkit penting untuk mencapai tujuan keberlanjutan," jelasnya.

Baca juga: 500 Juta Orang Tinggal di Daerah Penggurunan, Kehidupan Terancam

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Pemerintah
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
LSM/Figur
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Pemerintah
Akademisi IPB Sebut Hutan Adat Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca dan Krisis Iklim
Akademisi IPB Sebut Hutan Adat Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca dan Krisis Iklim
Pemerintah
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau