Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung

Kompas.com - 08/12/2024, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com - Masyarakat adat dari seluruh dunia mengumumkan deklarasi bersama dalam Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) Convention to Combat Desertification (UNCCD) di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (7/12/2024).

Deklarasi tersebut ditandatangani oleh perwakilan masyarakat adat dari berbagai wilayah di dunia. Yang mencakup Afrika; Arktik; Asia; Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia; Eropa Timur; Rusia; Asia Tengah dan Transkaukasia; Amerika Utara; serta Pasifik.

Dalam deklarasi tersebut mereka menyebutkan, sejak Konvensi Rio disepakati 1992, masyarakat adat masih selalu dipinggirkan dari resolusi-resolusi yang ada.

Baca juga: Restorasi Lahan Perlu Libatkan Masyarakat Adat Lebih Banyak

Konvensi Rio sendiri melahirkan tiga pakta mayor yakni UNCCD yang menyasar perlawanan degradasi lahan hingga penggurunan, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyasar perubahan iklim, dan Convention on Biological Diversity (CBD) menyangkut keanekaragaman hayati.

"Kamu masih terus menderita dampak dari krisis akibat konsumsi berlebihan dan pengabaian akan alam," tulis deklarasi itu.

Ada empat tuntutan yang disuarakan dalam deklarasi bersama yang diumumkan pada hari keenam COP16 tersebut.

Pertama, menghargai serta mengakui dan mempromosikan hak-hak masyarakat adat dalam kebijakan dan aksi UNCCD.

Kedua, memastikan partisipasi masyarakat adat secara efektif dan penuh dalam proses restorasi lahan dari mulai lokal hingga internasional. Hal ini termasuk partisipasi wanita dan pemuda.

Baca juga: Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan

Ketiga, mengakui pengetahuan serta kontribusi masyarakat adat terhadap restorasi lahan, pengelolaan, dan mata pencaharian tradisional.

Keempat, memastikan akses keuangan langsung terhadap masyarakat adat dari berbagai sosio-kultural.

Tokoh masyarakat adat terkemuka, Hindou Oumarou Ibrahim, menuturkan, seklarasi tersebut dinamakan Sacred Lands atau Lahan yang Disucikan.

Ketua Forum Tetap PBB tentang Isu-isu Masyarakat Adat tersebut berujar, saat ini masyarakat adat hanya sekitar 5 sampai 6 persen dari penduduk dunia.

Akan tetapi, masyarakat adat melindungi 80 persen keanekaragaman hayati global dan 45 persen lahan di dunia.

Baca juga: Investasi Eksplorasi SDA Harusnya Dapat Persetujuan Masyarakat Adat Lebih Dulu

Khusus untuk akses keuangan, Hindou mendesak adanya metode penyaluran pendanaan secara langsung kepada masyarakat adat di seluruh wilayah.

Penyaluran pendanaan tunai secara langsung tersebut dibutuhkan untuk membantu masyarakat adat melakukan aksi langsung merestorasi lahan sesuai pengetahuan lokal mereka.

"Bukan hanya sekadar angka, tapi benar-benar tunai. Bukan uang untuk konferensi, laporan, atau bahkan kendaraan," papar Hindou Oumarou dalam press briefing.

Dia menekankan, pendanaan tersebut harusnya beradaptasi dengan masyarakat adat bukan sebaliknya.

Baca juga: Masyarakat Adat Perlu Dilibatkan untuk Optimalkan Upaya Konservasi

"Hal ini diperlukan untuk mencapai satu tujuan besar yakni menyelamatkan kemanusiaan," tuturnya.

Dalam sesi sebelumnya, Sekretaris Eksekutif UNCCD Ibrahim Thiaw menyebut masyarakat adat sebagai penjaga Bumi.

"Ketidakadilan terus berlanjut terhadap masyarakat adat meskipun kontribusi mereka besar terhadap upaya konservasi," ujar Thiaw.

Dia juga mendesak para pemimpin dunia untuk memprioritaskan hak-hak masyarakat adat.

Baca juga: Indonesia Akhirnya Dukung Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dalam COP16

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau