Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Sepakati Perdagangan Karbon hingga Dapat Pendanaan Dalam Konferensi Iklim Dunia

Kompas.com, 11 Desember 2024, 13:18 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menyepakati kerja sama perdagangan karbon, hingga mendapatkan pendanaan iklim dalam United Nations Climate Change Conference 2024.

Pertama, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mengungkapkan, Conference of Parties (COP) 29 menyepakati Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG).

Ini merupakan komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang, termasuk Indonesia yakni 300 miliar dollar AS per tahun hingga 2035.

Baca juga:

”Forum negosiasi multilateral tidaklah dengan mudah dan cepat dapat menghasilkan kesepakatan yang sesuai keinginan kita," ujar Hanif dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12/2024).

"Delegasi Indonesia telah menyiapkan plan B, untuk mendapatkan tangible result dari apa yang kami targetkan sebagai low hanging fruits (peluang yang bisa diambil)," tambah dia.

Kedua, menyepakati Article 6 of the Paris Agreement terkait mekanisme kerja sama untuk mendukung NDC. Karena itu, pemerintah bakal memaksimalkan peluang perdagangan karbon dengan mengantisipasi potensi junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional sesuai prosedur UNFCCC.

Ketiga, sepakat dengan Agenda Loss and Damage (LnD) Fund di mana beberapa negara maju berencana membiayai negara yang rentan terhadap perubahan iklim sebesar 731 juta dollar AS.

Selain itu, Indonesia bergabung dengan Friends of Ocean menginisiasi pengarusutamaan hubungan laut dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada NDC.

"Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta ton karbon dioksida. Selain itu  Indonesia menawarkan kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi”, ungkap Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S Djojohadikusumo.

Berkait hal itu, lanjut dia, pemerintah bakal membangun pembangkit listrik berkapasitas 103 Gigawatt (GW). Sebanyak 75 persen di antaranya, menggunakan energi batu terbarukan (EBT).

Baca juga:


Hashim menyebut, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam pun akan dibangun. Di sisi lain, menurut dia, pemerintah Indonesia tidak akan menghilangkan PLTU batu bara tetapi menurunkan jumlahnya.

Terakhir, Presiden Prabowo Subianto menyetujui reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjelaskan, program rehabilitasi lahan kritis seluas 12,7 juta hektare tengah disiapkan dengan peta jalan (roadmap) dan perencanaan strategisnya.

“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,serta peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” papar Raja Juli.

Pada COP29, Indonesia menjalin kerja sama bilateral antara lain peluncuran mutual recognition arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang.

Lalu, kerja sama dengan World Resources Institute untuk membahas forest monitoring system. Kerja sama dengan Gold Standard dan Leaf Coalition untuk membahas pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau