Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan IPBES Ungkap Sebab Kegagalan Besar Atasi Krisis Lingkungan

Kompas.com, 18 Desember 2024, 14:36 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Kita ingin mencapai ketahanan pangan, tetapi upaya upaya untuk memenuhinya justru meningkatkan deforestasi. Kita ingin beralih ke transportasi rendah emisi tetapi yang terjadi justru perusakan lingkungan karena penambangan nikel untuk industri mobil listrik.

Mengapa langkah kita mengatasi krisis seringkali justru menciptakan krisis lain yang tidak kalah besar? Sebuah studi ambisius oleh Intergovernmental Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) yang melihat keterkaitan antara isu air, biodiversitas, pangan, dan perubahan iklim mengungkap sebabnya.

Studi yang dilakukan oleh 165 pakar dari 57 negara selama 3 tahun tersebut mengungkap bahwa kegagalan besar dalam mengatasi masalah lingkungan disebabkan oleh kecenderungan melihat satu masalah lingkungan sebagai isu tunggal, tidak berhasil mengidentifikasi keterkaitannya dengan masalah lain.

Baca juga: Dekarbonisasi Nikel: Baseline Emisi Ditetapkan, Potensi Energi Terbarukan Dipetakan

Masalah lingkungan kerapkali dilihat hanya terkait sebab lingkungan langsung seperti spesies invasif dan alih fungsi lahan. Padahal, masalah lingkungan terkait dengan sebab tak langsung seperti ambisi pemerintah suatu negara untuk mencapai target Gross Domestic product (GDP).

"Banyak institudi bekerja sendiri, menelurkan tujuan-tujuan yang saling bertentangan, inefisien, memberi insentif negatif, membuahkan konsekuensi yang tak terduga, kata Prof Paula Harrison dari UK Center for Ecology and Hydrology dalam laporan yang dirilis pada Selasa (17/12/2024).

Laporan menyebut, sekitar 50 triliun dollar AS yang dihasilan dari aktivitas ekonomi dunia - atau sekitar 50 persen GDP global - tergantung pada alam. Dalam aktivitasnya, beragam sektor hanya memprioritaskan dampak finansial jangka pendek, tanpa peduli pada efek lingkungan jangka panjang.

"Dampak tak terhitung dari aktivitas ekonomi pada biodiversitas, air, kesehatan, dan perubahan iklim, termasuk dari aktivitas ekonomi produksi pangan, diperkirakan mencapai 10-25 triliun dollar AS per tahun," ungkap Pamela McElwee dari Rutgers University yang juga terlibat studi.

Baca juga: Ekspansi Hilirisasi Nikel 4 Perusahaan Naikkan Emisi RI 38,5 Juta Ton

Pemerintah berbagai negara sering memberikan subsidi pada aktivitas ekonomi yang tanpa sadar ikut merusak lingkungan. Jumlah subsidi itu diperkirakan 1,7 triliun dollar AS per tahun secara global. Sementara investasi sektor swasta yng berkontribusi pada perusakan diperkirakan mencapai 5,3 triliun dollar AS per tahun.

Berdasarkan studi tersebut, upaya mengatasi krisis lingkungan bukan hanya harus ambisius dan cepat, tetapi juga menyeluruh, memperhatikan keterkaitannya dengan beragam masalah. Penundaan penyelesaian akan semakin meningkatkan biaya. Perubahan iklim, misalnya, jika tak diatasi segera bisa menambah beban ekonomi setidaknya 500 miliar dollar AS per tahun.

Untuk mengatasi masalah pangan, misalnya, Harrison mengatakan, langkah yang baik adalah yang fokus pada "produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, dipadukan dengan pelestarian dan perbaikan ekosistem, pengurangan polusi, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim."

Contoh upaya mengatasi masalah lingkungan yang baik adalah pelibatan masyarakat adat. "Misalnya area taman nasional laut yang melibatkan komunitas dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan. Ini bisa mendorong peningkatkan biodiversitas, kemelimpahan ikan yang bisa memberi sumber pangan, meningkatkan pendapatan dan revenue wisata," katanya.

Baca juga: Bahlil: Industri Mobil Listrik Global Andalkan RI untuk Pasok Nikel

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau