JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menilai bahwa perkembangan transisi energi menuju energi hijau di dunia, akan sangat mengandalkan Indonesia.
Sebab, kata dia, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam termasuk energi baru terbarukan (EBT), salah satunya cadangan nikel yang sangat tinggi.
Menurut data terkini, Indonesia disebut memiliki hingga 45 persen cadangan nikel dunia.
Baca juga: Pemerintahan Baru Janji akan Jalankan Hilirisasi Nikel yang Berkelanjutan
"Cadangan nikel dunia di 2023 menurut data Geologi Amerika kita punya 25 persen cadangan nikel dunia, tapi empat bulan lalu Geologi Amerika mengatakan cadangan nikel kita mencakup 40-45 persen nikel dunia," ujar dia dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Menurutnya, hal ini sangat menguntungkan Indonesia dalam hal percepatan dan peningkatan kendaraan listrik di seluruh dunia. Sebab, hal yang menunjang kendaraan listrik adalah baterai, dengan nikel sebagai salah satu unsur pembentuknya.
"Sekarang hampir seluruh dunia membicarakan mobil listrik, meninggalkan fosil," imbuh dia.
Ia menjelaskan, mobil listrik terdiri dari 60 persen komponen pembentuk kendaraan, dan 40 persen baterai. Artinya, baterai kendaraan listrik berperan sangat penting.
"Komponen baterainya itu ada empat yaitu mangan, kobalt, lithium dan nikel. Dari empat itu, 80 persennya adalah nikel. Nah kita di Indonesia punya tiga cadangan yaitu nikel, mangan, kobalt, yang nggak punya lithium," papar Bahlil.
Baca juga: Dekarbonisasi Nikel: Baseline Emisi Ditetapkan, Potensi Energi Terbarukan Dipetakan
Sebagai informasi, untuk komponen baterai pada mobil listrik yang banyak digunakan, antara lain untuk Nickel-Cobalt-Aluminium (NCA), secara persentase adalah 80 persen nikel, 15 persen cobalt, dan 5 persen aluminium.
Sedangkan untuk jenis Nickel-Mangan-Cobalt (NMC811), antara lain 80 persen nikel, 10 persen mangan, dan 10 persen cobalt.
"Jadi, dunia ini, orang akan pakai mobil listrik pasti tergantung pada bahan baku nikel, cobalt, dan mangan (punya) Republik Indonesia. Jadi membicarakan kedaulatan negara harus tahu geopolitik," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya