Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Momen Teguhkan Kebangsaan, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan 2025

Kompas.com, 20 Desember 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak DPR RI dan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.

35 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menilai pengesahan RUU tersebut dapat mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat secara lebih efektif.

Saat ini, RUU Masyarakat Adat masuk kembali dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025 dan masuk dalam Prolegnas lima tahunan usulan DPR RI.

Baca juga: Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan

Senior Kampanye Kaoem Telapak Veni Siregar menegaskan, pembahasan dan pengesahan tersebut menjadi momentum penting bagi DPR RI dan pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat adat.

“Perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di tengah kekerasan dan kriminalisasi harus menjadi prioritas. Kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan juga patut diapresiasi,” kata Veni dikutip dari siaran pers, Kamis (19/12/2024).

Veni menambahkan, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat akan terus melakukan mengawal secara intensif untuk memastikan RUU tersebut disahkan tahun 2025.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengatakan, pengesahan RUU masyarakat adat akan memberikan kepastian hukum sekaligus menciptakan investasi yang berkeadilan bagi semua pihak. 

“UU Masyarakat Adat adalah jalan pulang untuk meneguhkan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang beragam,” ucapnya.

Baca juga: COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung

Menurut data yang dihimpun AMAN selama 10 tahun terakhir, terjadi 687 konflik agraria di wilayah adat yang mencakup lahan seluas 11,07 juta hektar. 

Konflik tersebut tidak hanya merampas tanah adat, tetapi juga mengakibatkan 925 masyarakat adat menjadi korban kriminalisasi. 

Dari jumlah tersebut, 60 orang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara, dan bahkan satu orang meninggal dunia.

Arman berujar, perampasan tanah adat sering kali dilakukan melalui proyek-proyek besar yang dijalankan tanpa konsultasi atau persetujuan yang memadai, serta mengabaikan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa).

Di satu sisi, RUU Masyarakat Adat dinilai menjadi merupakan peluang besar untuk memperbaiki ketidakadilan yang terus dialami masyarakat adat. 

Baca juga: Restorasi Lahan Perlu Libatkan Masyarakat Adat Lebih Banyak

Selain itu, RUU ini juga diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum yang komprehensif, termasuk pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah adat dan hutan adat yang menjadi sumber kehidupan dan identitas masyarakat adat.

Juandi Gultom dari Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menegaskan dukungan PGI terhadap pengesahan RUU Masyarakat Adat. 

Juandi menyatakan, masyarakat adat adalah pemilik awal sekaligus pemilik sah dari negeri ini. Namun, ironisnya justru mengalami pengucilan oleh negara. 

“Masyarakat Adat adalah pemilik awal dan pemilik sah dari negara ini. Namun, mereka dikucilkan oleh kebijakan negara saat ini,” papar Juandi.

Baca juga: Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau