KOMPAS.com – Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak DPR RI dan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.
35 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menilai pengesahan RUU tersebut dapat mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat secara lebih efektif.
Saat ini, RUU Masyarakat Adat masuk kembali dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025 dan masuk dalam Prolegnas lima tahunan usulan DPR RI.
Baca juga: Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan
Senior Kampanye Kaoem Telapak Veni Siregar menegaskan, pembahasan dan pengesahan tersebut menjadi momentum penting bagi DPR RI dan pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat adat.
“Perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di tengah kekerasan dan kriminalisasi harus menjadi prioritas. Kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan juga patut diapresiasi,” kata Veni dikutip dari siaran pers, Kamis (19/12/2024).
Veni menambahkan, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat akan terus melakukan mengawal secara intensif untuk memastikan RUU tersebut disahkan tahun 2025.
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengatakan, pengesahan RUU masyarakat adat akan memberikan kepastian hukum sekaligus menciptakan investasi yang berkeadilan bagi semua pihak.
“UU Masyarakat Adat adalah jalan pulang untuk meneguhkan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang beragam,” ucapnya.
Baca juga: COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung
Menurut data yang dihimpun AMAN selama 10 tahun terakhir, terjadi 687 konflik agraria di wilayah adat yang mencakup lahan seluas 11,07 juta hektar.
Konflik tersebut tidak hanya merampas tanah adat, tetapi juga mengakibatkan 925 masyarakat adat menjadi korban kriminalisasi.
Dari jumlah tersebut, 60 orang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara, dan bahkan satu orang meninggal dunia.
Arman berujar, perampasan tanah adat sering kali dilakukan melalui proyek-proyek besar yang dijalankan tanpa konsultasi atau persetujuan yang memadai, serta mengabaikan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa).
Di satu sisi, RUU Masyarakat Adat dinilai menjadi merupakan peluang besar untuk memperbaiki ketidakadilan yang terus dialami masyarakat adat.
Baca juga: Restorasi Lahan Perlu Libatkan Masyarakat Adat Lebih Banyak
Selain itu, RUU ini juga diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum yang komprehensif, termasuk pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah adat dan hutan adat yang menjadi sumber kehidupan dan identitas masyarakat adat.
Juandi Gultom dari Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menegaskan dukungan PGI terhadap pengesahan RUU Masyarakat Adat.
Juandi menyatakan, masyarakat adat adalah pemilik awal sekaligus pemilik sah dari negeri ini. Namun, ironisnya justru mengalami pengucilan oleh negara.
“Masyarakat Adat adalah pemilik awal dan pemilik sah dari negara ini. Namun, mereka dikucilkan oleh kebijakan negara saat ini,” papar Juandi.
Baca juga: Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya