JAKARTA, KOMPAS.com - Tanoto Foundation menggelar Forum Diskusi (Fokus) 2024 di Thamrin Nine Ballroom UOB Plaza, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Forum ini menjadi wadah penting untuk membahas langkah konkret dalam mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Hadir dengan tema "Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045: Pendidikan Berkualitas yang Merata", Fokus 2024 menggarisbawahi pentingnya kolaborasi multipihak dalam merancang kebijakan pendidikan yang lebih inklusif dan efektif.
Seperti diketahui, pendidikan adalah pilar utama dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul yang mampu bersaing di tingkat global.
Namun, tantangan pendidikan di Indonesia masih kompleks, mulai dari kesenjangan akses, kualitas pembelajaran, hingga relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional.
Sebagai bagian dari upaya memecahkan problem tersebut, Fokus 2024 mengadakan sesi diskusi panel bertajuk "Kolaborasi Antar Pihak dalam Menguatkan Kebijakan Literasi dan Numerasi".
Sesi itu diikuti oleh berbagai narasumber dari kalangan pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat untuk membahas peran penting kolaborasi dalam memperkuat kebijakan literasi dan numerasi.
Narasumber tersebut adalah Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Didik Darmanto, Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Irsyad Zamjani, Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar Junaedi Antonius Sitanggang, dan Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Tengah Nugraheni Triastuti.
Dalam sesi itu, para pembicara membagikan wawasannya tentang berbagai inisiatif dan praktik baik yang telah dilakukan untuk memperbaiki ekosistem pendidikan di tingkat lokal ataupun nasional.
Baca juga: Gelar Fokus 2024, Tanoto Foundation Perkuat Komitmen Pemerataan Akses Pendidikan
Sesi diskusi dibuka oleh pemaparan Didik. Pada kesempatan itu, ia memaparkan bahwa angka literasi dan numerasi peserta masih memerlukan sejumlah peningkatan.
Menurutnya, kondisi tersebut perlu diperbaiki demi membangun kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing global.
Didik mengatakan, SDM yang memadai adalah syarat utama untuk mencapai tujuan Indonesia Emas 2045 dan pendidikan memegang peran yang sangat penting.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian PPN/Bappenas telah merumuskan strategi untuk beberapa tahun ke depan.
“Kami telah merumuskan peta jalan pendidikan Indonesia untuk 20 tahun ke depan. Peta jalan ini kami susun bersama berbagai pihak,” ujar Didik.
Didik menambahkan, peta jalan tersebut mencakup empat pilar utama. Pertama, akses pendidikan yang berkeadilan.
Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas, masih banyak kecamatan di indonesia yang tidak memiliki sekolah menengah pertama (SMP) atau sekolah menengah atas (SMA).
“Akses pendidikan, terutama di daerah terpencil, menjadi tantangan besar. Ini jadi memengaruhi tingkat partisipasi siswa yang mengenyam pendidikan,” ucapnya.
Kedua, mutu pendidikan yang holistik dan kontekstual. Menurut Didik, Indonesia harus punya mutu pendidikan berkualitas yang harus mampu mengembangkan literasi dan numerasi siswa. Ini diperlukan agar SDM indonesia dapat bersaing di tingkat global.
“Saat ini, kami tengah merancang metode yang ideal untuk meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh,” kata Didik.
Ketiga, relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Untuk diketahui, saat ini, masih terdapat ketidaksesuaian antara program studi di lembaga pendidikan dengan kebutuhan industri.
Kondisi itu menyebabkan kelebihan lulusan di bidang tertentu yang akhirnya turut berdampak pada angka pengangguran.
“Kami terus mencari solusi untuk menciptakan lulusan yang ideal. Ini agar mereka bisa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja,” tutur Didik.
Keempat, tata kelola pendidikan yang partisipatif. Pendidikan di tingkat daerah sering kali belum memaksimalkan anggaran yang tersedia.
Oleh karena itu, menurutnya, sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah menjadi sangat penting.
“Melalui peraturan kerja sama yang telah kami buat, kami ingin memastikan strategi pendidikan nasional dan daerah selaras. Jadi, anggarannya diharapkan bisa lebih tepat sasaran,” ucap Didik.
Semua itu, tegas Didik, hanya bisa terwujud melalui kolaborasi berbagai pihak dan kesadaran bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang sangat penting.
Usai pemaparan Didik, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari Irsyad. Pada kesempatan ini, Irsyad menyoroti kebijakan nasional terkait peningkatan literasi dan numerasi.
Menurutnya, data Asesmen Nasional menunjukkan tren peningkatan capaian literasi dan numerasi siswa dari tahun 2021 hingga 2023. Namun, tantangan terbesarnya adalah pemerataan.
“Ada kesenjangan yang signifikan antara daerah dengan capaian tinggi dan rendah. Jika dikonversikan, selisihnya setara dengan 32 bulan belajar atau 2,5 tahun tambahan waktu sekolah bagi daerah yang capaiannya rendah untuk mengejar yang tinggi,” jelas Irsyad.
Irsyad menekankan tiga fokus utama untuk mengatasi tantangan ini. Salah satunya adalah terkait kesejahteraan siswa, khususnya tentang masalah pemenuhan gizi.
Maka dari itu, ia berharap agar siswa memiliki gizi yang cukup untuk mendukung kemampuan belajar.
Kemudian, peningkatan Kualitas sebagai ujung tombak pendidikan dan perbaikan infrastruktur, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang memiliki fasilitas pendidikan tidak memadai.
“Perencanaan pendidikan harus berbasis data agar kebijakan yang diambil dapat menjawab kebutuhan spesifik setiap daerah,” terang Irsyad.
Sebagai Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar, Junaedi memiliki komitmen kuat dalam memajukan kualitas pendidikan di daerahnya.
Komitmen tersebut dibuktikan melalui berbagai program inovatif yang telah dijalankan hingga mengantarkan kota berpenduduk sekitar 247.411 jiwa itu meraih penghargaan Kota Terinovatif 2024.
Namun, perjalanan menuju pencapaian tersebut bukan tanpa hambatan. Adapun tantangan utama yang dihadapi Pematangsiantar adalah tingkat kemampuan literasi yang masih berada di angka 62 persen pada 2022.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Pematangsiantar pun menjalin kerja sama strategis bersama Tanoto Foundation.
Kolaborasi itu menghadirkan berbagai program unggulan, salah satunya Gerakan Literasi Sekolah yang mewajibkan siswa membaca buku selama 15 menit sebelum memulai pelajaran.
“Program ini dilengkapi dengan diskusi mingguan untuk membahas buku yang telah dibaca. Diskusi diadakan agar masing-masing anak berani mengeluarkan pemikirannya,” ujar Junaedi.
Selain program diskusi, Pemkot Pematangsiantar juga memberikan pelatihan kepada guru untuk mengembangkan bahan ajar dalam bentuk buku. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas pengajaran di kota ini.
Upaya peningkatan literasi juga didukung dengan kehadiran perpustakaan hibrida yang menyediakan berbagai koleksi buku pelajaran dan buku pengembangan minat baca.
Selain itu, ada pula Program Kampung Inggris yang memberikan pelatihan intensif bahasa Inggris selama 10 hari kepada siswa SMP untuk memperkaya kompetensi para pelajar di kota ini.
"Kolaborasi ini telah membantu kami meningkatkan kualitas pendidikan di Pematangsiantar. Kami berharap, dapat terus melanjutkan kerja sama dengan Tanoto Foundation," kata Junaedi.
Kepala BBPMP Jawa Tengah Nugraheni Triastuti turut menekankan pentingnya perencanaan berbasis data dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Ia menjelaskan bahwa selama ini, banyak daerah yang hanya berfokus pada indikator lama sekolah.
Padahal, kualitas pembelajaran dan pemahaman siswa atau siswi jadi hal yang lebih penting.
"Untungnya, ini perlahan bisa kita atasi. Sekarang, sudah ada peningkatan signifikan yang telah terlihat setelah adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terbaru yang mengatur pemerintah daerah untuk membenahi masalah itu. Perhatian kini juga diarahkan pada literasi, numerasi, dan lingkungan sekolah," kata Nugraheni.
Nugraheni menyebutkan, jumlah kabupaten/kota yang kini telah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) berhasil meningkat dari hanya 1 menjadi 26 dalam tiga tahun terakhir.
Peningkatan tersebut juga tidak lepas dari kolaborasi berbagai pihak, termasuk Tanoto Foundation, dalam menggali data dan menyusun program yang tepat sasaran.
"Praktik-praktik dari Tanoto Foundation, seperti penggunaan rapor pendidikan, sangat membantu kami dalam merancang program berbasis data di tingkat sekolah dan kabupaten/kota," ujar Nugraheni.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin empat tentang pendidikan berkualitas, Fokus 2024 dirancang untuk menjadi platform strategis dalam mengintegrasikan berbagai perspektif dan pendekatan.
Kolaborasi pentaheliks yang melibatkan pemerintah, akademisi, filantropi, sektor swasta, dan masyarakat diharapkan dapat memajukan pendidikan Indonesia menuju cita-cita besar Indonesia Emas 2045.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya