Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumsi Bensin dan Solar di China Diprediksi Turun 3 Tahun Lagi

Kompas.com, 20 Desember 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Konsumsi minyak bumi di China diprediksi mencapai puncaknya pada 2027. Prediksi tersebut disampaikan badan usaha milik negara (BUMN) China yang bergerak di bidang minyak, Sinopec, pada Kamis (19/12/2024).

Itu berarti konsumsi minyak bumi China akan menurun mulai 2028 alias sekitar tiga tahun dari tahun ini.

Pada 2027, konsumsi minyak diprediksi mencapai tidak lebih dari 800 juta metrik ton atau 16 juta barel minyak mentah per hari, kata Sinopec.

Baca juga: Peneliti BRIN Kembangkan Bahan Bakar Pesawat Berbahan Minyak Kelapa

Kecepatan China mencapai puncak konsumsi minyak bumi dinilai mencengangkan, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (19/12/2024).

Beberapa faktor yang membuat "Negeri Panda" dengan cepat bisa mencapai puncak konsumsinya karena masifnya adopsi kendaraan listrik dan banyaknya truk berbahan bakar gas alam cair atau LNG.

Kedua strategi tersebut dapat mengurangi permintaan bensin dan solar.

Permintaan solar diperkirakan turun 5,5 persen menjadi 174 juta ton pada 2025, di mana truk berbahan bakar LNG menyumbang 22 persen dari penjualan truk pada tiga kuartal pertama tahun 2024.

Baca juga: 5 Perusahaan Minyak Dituding Hasilkan Plastik 1.000 Kali Lebih Banyak, Benarkah?

Sementara itu konsumsi bensin diperkirakan turun 2,4 persen menjadi 173 juta ton pada 2025, dengan kendaraan listrik menggantikan sekitar 26 juta ton atau 15 persen dari konsumsi bensin.

Di sisi lain, hanya bahan bakar penerbangan yang diperkirakan akan tumbuh 7 persen menjadi 45,4 ton tahun depan.

Sinopec juga mengatakan, konsumsi gas alam China mungkin mencapai puncaknya lebih awal.

Pada 2030, konsumsi gas alam China diperkirakan mencapai 570 miliar meter kubik (bcm) dan mencapai titik puncak sekitar 620 bcm antara tahun 2035 hingga 2040.

Baca juga: Pertamina Target Komersialkan SAF dari Minyak Jelantah Tahun Depan

Ketidakpastian

Deputi General Manager Institut Penelitian Ekonomi dan Pembangunan Sinopec Wang Pei menuturkan, sektor energi China menghadapi ketidakpastian baru pada 2025 akibat politik di Amerika Serikat (AS).

Sebab, terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS akan meningkatkan prospek meningkatnya ketegangan perdagangan dan potensi gangguan pada ekspor minyak Iran.

Trump diperkirakan akan memperketat penegakan sanksi terhadap Iran, yang mengekspor sekitar 1,5 juta barel minyak per hari dan sebagian besar mengalir ke China.

"Kami ingin mengingatkan semua orang untuk memperhatikan ketidakpastian kebijakan Trump terhadap Iran," kata Wang di Beijing, sebagaimana dilansir Reuters.

Baca juga: Pelaku Usaha Minta Regulasi Harga Minyak Jelantah untuk Bioenergi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau