KOMPAS.com – Ekosistem mangrove terbukti menjadi pelindung sekaligus penopang ekonomi bagi warga pesisir Mangkang Wetan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Keberadaan tanaman ini tidak hanya mendukung mata pencaharian masyarakat setempat, tetapi juga menjadi rumah bagi beragam biota laut.
Direktur Utama IKAMaT Ganis Riyan Efendi mengatakan, kawasan Semarang Mangrove Center (SMC) memiliki luas sekitar 25 hektare yang ditumbuhi beragam spesies mangrove. Tidak hanya rhizophora, tetapi juga jenis lain, seperti api-api dan bruguiera yang tumbuh, baik di hamparan maupun di pematang tambak.
"Mangrove ini sebagai rumah bagi banyak biota. Salah satunya kepiting bakau yang memang harus ada ekosistem mangrove untuk memijah dan siklus hidupnya. Area ini juga menjadi tempat migrasi burung-burung dari Australia menuju ekuator," jelas Ganis.
Selain fungsi ekologis, SMC juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat yang didampingi Kesemat sejak 2001, sebelum resmi menjadi Environment Support Network (ESN) pada 2014.
"Di area SMC ini ada tiga produk unggulan, yaitu jajanan mangrove, kopi mangrove, dan batik mangrove. Ketiga produk ini sangat bergantung dengan buah mangrove yang tersedia di lokasi," ujar Ganis.
Salah satu warga Mangkang Wetan, Anwar, mengungkapkan peran vital mangrove bagi kehidupan warga pesisir. Selain berfungsi sebagai penguat tanggul alami, ekosistem mangrove menjadi tempat berkembang biaknya berbagai biota laut yang bernilai ekonomi.
"Manfaatnya mangrove bisa untuk penguat tanggul, termasuk rantai makanan. Selain bandeng yang kami budidayakan, ada kepiting, ikan, dan lain sebagainya. Sedikit banyaknya tangkapan kami itu dari mangrove yang ditanam," kata Anwar.
Melihat peran penting mangrove bagi warga pesisir, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menanam 5.000 bibit mangrove di kawasan SMC, Kamis (19/12/2024). Kegiatan yang merupakan bagian dari program nasional Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) 2024 ini mengangkat tema "Mitigasi Bencana dan Tanggap Bencana".
Area Head Semarang PT Perusahaan Gas Negara Tbk Sugianto Eko Cahyono menuturkan, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjadi percontohan bagi wilayah pesisir lainnya.
"Kami berharap, dengan adanya informasi yang bisa disampaikan ke publik juga akan bisa meningkatkan kesadaran. Ini juga bisa menjadi percontohan bagi masyarakat-masyarakat pesisir yang selama ini menjadi wilayah-wilayah yang marginal," ujar Eko.
Division Head Corporate Social Responsibility (CSR) PGN Krisdyan Widagdo Adhi mengatakan, wilayah pesisir utara Jawa, khususnya Semarang, mendapat tantangan besar dalam perubahan iklim yang menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.
"Abrasi di sini cukup cepat. Oleh karena itu, kami berkomitmen mengupayakan agar abrasi itu bisa dikelola dengan lebih baik. Salah satunya dengan penanaman mangrove," ujar Widagdo yang akrab disapa Dodo.
Untuk memastikan keberlanjutan program, ia melanjutkan, PGN akan melaksanakan program urban farming dan membagikan 1.500 bibit mangrove kepada warga Kota Semarang dalam dua hari ke depan. Adapun pembagian bibit akan dilakukan melalui kerja sama dengan 50 komunitas lokal di kantor PGN Jalan Pemuda Semarang.
Berdasarkan perhitungan IKAMaT dengan pendekatan tier 2, penanaman 5.000 bibit mangrove ini setara dengan 475,25 TCO2 ekuivalen. Untuk memastikan tingkat keberhasilan yang tinggi, IKAMaT melakukan studi ekologi dan survei pendahuluan.
"Kami melakukan survei pendahuluan untuk memastikan area-area yang potensial sehingga risiko gagal tumbuhnya rendah. Ekosistem pesisir sangat dinamis, setelah 3 bulan dipantau, tidak akan mungkin 100 persen berhasil. Karena itu, kami berupaya meminimalkan risiko dengan metode studi analisis," jelas Ganis.
Terkait banjir rob yang sering terjadi di Semarang, Ganis mengklarifikasi bahwa penanaman mangrove bukan solusi utama.
"Banjir rob terjadi karena penurunan tanah atau land subsidence, ditambah naiknya muka air laut. Di Kota Semarang, penurunan tanah bisa mencapai 10 hingga 15 cm per tahun akibat pembangunan dan pengambilan air tanah yang berlebihan," terangnya.
Sepanjang 2024, PGN Group telah menanam total 182.046 pohon yang setara dengan pengurangan 187,5 ton karbon dioksida per tahun. Program ini merupakan komitmen perusahaan untuk carbon offset, mengingat dalam kegiatan operasional, setiap perusahaan pasti mengeluarkan emisi karbon.
"Kita sendiri tahu bahwa mangrove punya tingkat mereduksi karbon lebih besar dari tanaman-tanaman biasa, hingga tiga kali lebih besar," jelas Widagdo.
Riset menunjukkan bahwa ekosistem mangrove mampu menyerap karbon dalam jumlah besar, bahkan bisa menyimpan karbon sepuluh kali lebih banyak daripada hutan terestrial. Ini menjadikan ekosistem mangrove sangat penting dalam upaya menghambat laju krisis iklim global.
"Indonesia menjadi negara nomor dua dengan panjang pantai terpanjang di dunia. Ini merupakan potensi sekaligus tantangan. Kalau kita bisa mengelolanya dengan baik, kita bisa berkontribusi dalam mereduksi karbon melalui blue carbon dari tanaman mangrove yang memiliki kemampuan tiga sampai lima kali lipat dibanding tanaman biasa," jelas Eko.
Dalam pelaksanaannya, PGN menggandeng berbagai pihak yang memiliki komitmen sama dalam pelestarian lingkungan. Eko menyebut Kompas Group di National Geographic Indonesia dan IKAMaT sebagai dua mitra yang memiliki komitmen kuat terhadap kelestarian lingkungan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa program tersebut akan dipantau hingga satu tahun ke depan, bahkan lebih. Tingkat keberhasilan tumbuh kembang mangrove akan terus dijaga melalui kerja sama dengan komunitas untuk memastikan angka fertility rate tetap tinggi.
Melalui program tersebut, upaya pelestarian ekosistem mangrove diharapkan dapat terus berlanjut, mengingat perannya yang vital dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam aspek penanganan perubahan iklim dan pelestarian ekosistem laut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya