KOMPAS.com – Sampah merupakan salah satu problem besar yang dihadapi Indonesia. Bahkan, Indonesia kerap disorot sebagai salah satu negara dengan penanganan sampah yang buruk.
Data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Setiap tahun, ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola. Dari angka tersebut, sebanyak 1,29 juta ton sampah berakhir begitu saja di laut.
Sementara, data dari Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) juga menunjukkan, sebanyak 11,3 juta ton sampah di Indonesia tidak dapat terkelola. Angka ini setara 36,7 persen dari total timbulan sampah nasional yang mencapai 31,9 juta ton hingga 24 Juli 2024.
Timbulan sampah di Tanah Air memang tak bisa terhindarkan. Meski demikian, sampah bisa menjadi berkah jika terkelola dengan baik.
Ekonomi sirkular merupakan salah satu solusi strategis dalam pengelolaan sampah. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengurangan limbah, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru.
Indonesia sendiri telah mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam strategi dan kebijakan jangka panjang pembangunan melalui Visi Indonesia 2045.
Strategi tersebut mengedepankan prinsip 5R, yakni reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew. Dengan lima prinsip ini, pendekatan ekonomi sirkular membuka potensi perekonomian baru bagi Indonesia.
Baca juga: Ekosistem Jadi Tantangan dalam Membangun Ekonomi Sirkular di Indonesia
Dikutip laporan bertajuk “Ringkasan bagi Pembuat Kebijakan: Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular di Indonesia” susunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) pada 2021, penerapan ekonomi sirkular dapat menghasilkan tambahan produk domestik bruto (PDB) senilai Rp 593 triliun hingga Rp 628 triliun pada 2030.
Tak sekadar peningkatan PDB, penerapan ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain serta konsumsi air bersih. Hal ini dapat membantu Indonesia mencapai target pembangunan rendah karbon dan pembangunan berkelanjutan.
Kemudian, pendekatan ekonomi sirkular juga akan menghasilkan 4,4 juta lapangan kerja hijau (green jobs) hingga 2030.
Berbagai inisiatif pun muncul untuk membumikan ekonomi sirkular sebagai solusi terhadap permasalahan limbah di Tanah Air.
Salah satu inisiatif itu dilakukan boolet.id yang mendaur ulang sumpit dan tusuk sate sekali pakai menjadi panel-panel pengganti kayu atau woodlet.
Kepada Kompas.com, Senin (16/12/2024), perwakilan boolet.id menceritakan bahwa inisiatif itu berangkat dari keresahan terhadap permasalahan sampah.
”Kami percaya bahwa salah satu solusinya adalah dengan menerapkan ekonomi sirkular. Kami memulainya dengan mengolah limbah sumpit dan tusuk sate sekali pakai menjadi bahan baku pengganti kayu yang kemudian diolah menjadi furnitur,” ujar dia.
Pemanfaatan material tersebut, lanjutnya, dapat mengurangi penggunaan kayu yang selama ini menjadi bahan baku furnitur. Dengan demikian, laju deforestasi dapat ditekan.
Pada proses daur ulang tersebut, boolet.id bekerja sama dengan tenaga kerja lokal, khususnya ibu-ibu. Di workshop boolet.id, mereka diberdayakan untuk proses sterilisasi limbah sumpit dan tusuk sate.
Sementara, pengolahan woodlet menjadi furnitur melibatkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta pengrajin Jawa Tengah.
“Kami juga bekerja sama dengan komunitas, pelaku industri, dan juga entitas, terutama dalam edukasi tentang penerapan ekonomi sirkular,” ucap perwakilan boolet.id.
Gerakan tersebut pun mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah individu dan pelaku bisnis yang terlibat dalam pengumpulan limbah.
Inisiatif serupa juga dilakukan Noovoleum. Ecoprenuer ini mengolah minyak jelantah menjadi bahan baku atau sustainability aviation fuel (SAF) untuk bahan bakar pesawat yang lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bahan fosil.
Di Indonesia, minyak jelantah kerap dibuang secara sembarang, bahkan digunakan kembali secara tidak sehat.
“Solusi tersebut tak sekadar menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, tetapi juga menyiasati pencemaran air dan tanah akibat limbah minyak jelantah,” tutur perwakilan Noovelum.
Untuk menghasilkan SAF, Noovoleum menghadirkan UCO Solution. Solusi ini mencakup mesin pengumpul minyak jelantah UCOllect Box dan aplikasi UCOllect App berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Melalui UCollect App, pengguna lebih mudah menyetor dan memantau minyak jelantah yang telah dikumpulkan.
Menariknya, inisiatif itu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui program pembelian minyak jelantah. Jadi, masyarakat akan memperoleh pendapatan tambahan lewat setiap liter minyak jelantah yang disetorkan ke Noovoleum.
Di samping itu, Noovoleum juga menciptakan peluang usaha bagi mitra lokal, mulai dari UMKM, pemilik bisnis, sekolah, hingga komunitas, yang ingin membangun ekonomi sirkular melalui pengumpulan minyak jelantah.
“Kami memberdayakan UMKM lokal sebagai mitra pengumpulan dan mengajak (mereka) untuk mendukung sustainability future demi meningkatkan pendapatan mereka,” ucap Noovoleum.
Masyarakat pun menyambut inisiatif itu dengan antusias. Apalagi, Noovoleum juga memberikan edukasi tentang dampak buruk minyak jelantah terhadap lingkungan dan kesehatan secara aktif. Saat ini, sebanyak 50 UCollect Box sudah tersedia di beberapa titik di Indonesia.
Ada pula Plustik, yakni startup yang berfokus untuk mendaur ulang plastik menjadi produk lain, mulai dari paving block, floor decking, dudukan ponsel, gantungan baju, hingga perahu.
Belum lama ini, Plustik bekerja sama dengan operator seluler untuk mengolah limbah cangkang kartu SIM yang biasanya dibuang begitu saja setelah pelanggan melakukan aktivasi nomor di toko menjadi paving block. Limbah tersebut dikumpulkan dari 3.000 toko penjual pulsa di Bali.
Untuk membuat satu paving block, dibutuhkan 200 gram limbah plastik. Dari proyek ini, Plustik berhasil memproduksi sekitar 5.000 paving block yang kemudian dipasang di kawasan wisata hutan mangrove di Bali.
Cerita tentang inisiatif-inisiatif ecopreneur, seperti Boolet.id, Noovoleum, dan Plustik, menunjukkan bahwa inovasi berbasis ekonomi hijau dapat menjadi solusi atas tantangan perubahan iklim dan membuka peluang baru.
Lewat pendekatan ekonomi sirkular, mereka tidak hanya mengurangi limbah dan menekan laju deforestasi, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal serta menciptakan model bisnis berkelanjutan.
Baca juga: Apakah Perubahan Iklim Sebabkan Gempa Jadi Lebih Sering?
Solusi tersebut juga menunjukkan bahwa isu lingkungan dapat diatasi dengan pendekatan kreatif yang menghasilkan manfaat ekonomi, seperti pendapatan tambahan bagi masyarakat dan pengembangan UMKM lokal.
Inisiatif itu menjadi bukti bahwa transformasi menuju ekonomi hijau mampu menciptakan peluang kolaborasi dan pertumbuhan yang inklusif di berbagai sektor.
Dalam konteks perubahan iklim, gerakan tersebut juga menunjukkan bahwa masa depan yang berkelanjutan dapat tercapai dengan mengubah tantangan menjadi peluang inovasi.
Ketiga ecopreneur tersebut bersama ecopreneur lain turut membagikan inspirasi gerakan ekonomi sirkular di gelaran Langkah Membumi Festival (LMF) 2024 yang diinisiasi oleh Blibli Tiket Action dan Ecoxyztem.
Sebagai salah satu pemain besar di sektor e-commerce, Blibli mengajak semua lapisan masyarakat, mulai dari remaja hingga lansia, untuk mengenal keberlanjutan dengan cara yang membumi, penuh aksi nyata, dan kolaboratif.
LMF 2024 digelar di Senayan Park, Jakarta, mulai Sabtu (2/11/2024) hingga Minggu (3/11/2024). Festival ini merupakan persembahan program sustainability Blibli Tiket Action dari Blibli Tiket—Payung program keberlanjutan Blibli Tiket—bersama venture builder Ecoxyztem.
Baca juga: Langkah Membumi Festival 2024 Dorong Praktik Keberlanjutan dan Ekonomi Sirkular
Chief Operating Officer (COO) dan Co-Founder Blibli Lisa Widodo mengatakan, berbagai kalangan yang hadir pada festival ini mengambil peran untuk memahami perjalanan mereka untuk keberlanjutan bumi.
“Melihat antusiasme dari para pengunjung, kami berharap, festival ini terus membawa dampak lebih besar dan menjadi pergerakan bersama. Kami membuka pintu bagi siapa pun yang ingin bergabung dalam gerakan ini untuk bersama membangun masa depan yang lebih berkelanjutan,” ujar Lisa dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (18/11/2024).
Sebanyak 18.000 partisipan terlibat pada acara tersebut. Kehadiran ribuan pelajar dan mahasiswa menunjukkan bahwa festival ini dapat menjadi wadah bagi generasi muda untuk menyerap inspirasi dari berbagai inovasi dan produk berkelanjutan yang dipamerkan.
Festival tersebut juga diukur dampaknya oleh sebuah sustainability impact partner, bernama Life Cycle Indonesia.
LMF tercatat dapat mencegah emisi sebesar 10.6 ton CO2e, di antaranya lewat penggunaan barang bekas. Hal ini membuktikan bahwa acara besar dapat diselenggarakan secara lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Baik festival maupun berbagai inisiatif dari sejumlah startup menunjukkan bahwa menjaga bumi lewat ekonomi sirkular adalah keniscayaan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya