Sementara wood pellets (HS440131) selisih volumenya sebesar 19.547 ton atau setara 5,1 juta dollar AS.
"Ketidaksesuaian ini memicu kekhawatiran adanya potensi celah praktik ilegal dalam rantai pasok biomassa kayu yang merugikan," kata Viky, dikutip dari situs web Celios.
Kerugian yang dimaksud adalah potensi bea keluar yang tidak optimal, kepatuhan pajak rendah, dan risiko deforestasi yang tidak tercatat.
Baca juga: Teknologi PLTU di Indonesia Mampu Serap Target Co-firing Biomassa
Selisih ekspor yang terlalu besar juga memicu kekhawatiran bahwa biomassa Indonesia hanya digunakan sebagai pencapaian target emisi di Jepang.
Temuan selisih data ekspor wood pellet dan wood chips ditanggapi oleh Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Farid Amir.
Amir menuturkan, kemungkinan ada ekspor ilegal atau penyelundupan melalui jalur tikus.
Selain itu ada kemungkinan beberapa isu diskrepansi data, misalnya pergeseran lokasi pelabuhan bongkar muat yang berimbas adanya perubahan pencatatan pada bea cukai.
"Namun selisih tonase tersebut perlu untuk dikawal dan ditindaklanjuti," kata Amir dikutip dari situs web Celios.
Baca juga: Biomassa Kelapa Sawit Bisa Jadi Bahan Baku Ban dan Pembangkit Tenaga Listrik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya