Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/12/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Ekspor biomassa kayu berupa wood chips (potongan kayu kecil) dan wood pellet (pelet kayu) dari Indonesia ke Jepang melonjak ribuan persen dalam sekitar 10 tahun terakhir.

Menurut temuan lembaga think tank Center of Economic and Law Studies (Celios), sejak 2012 hingga 2023, ekspor wood chips ke Jepang melonjak 4.377,5 persen. 

Sementara ekspor wood pellet ke Jepang meroket hingga 254.275 persen atau 2.500 kali lipat lebih dalam kurun waktu yang sama.

Baca juga: PLTU Lontar Manfaatkan Sampah Biomassa Jadi Bahan Bakar

Temuan tersebut diungkap Celios dalam studi terbarunya berjudul Jerat Ambisi Hijau pada Hutan: Transisi Energi Jepang dan Ekspor Ilegal Biomassa yang Merugikan Indonesia.

Peningkatan ekspor wood pellet dan wood chips ke Jepang tak lepas dari rencana perluasan "Negeri Sakura" dalam energi berbasis biomassa.

Jepang memiliki ambisi biomassa didasarkan pada strategi Green Transformation untuk komitmen iklim. Perluasan konsumsi biomassa untuk pembangkitan listrik juga berperan menggantikan peran pembangkit nuklir paska kejadian Fukushima.

Di samping itu, Jepang juga memberlakukan regulasi feed-in tariff atau patokan harga tenaga listrik dari sumber energi terbarukan berdasarkan komponen biaya produksi.

Kapasitas pembangkit biomassa di Jepang telah tercapai sepuluh tahun lebih cepat dari targetnya. 

Baca juga: Biomassa Jadi Jembatan Penting Menuju Percepatan Transisi Energi

Kondisi tersebut menciptakan target peningkatan pembelian bahan baku biomassa Jepang dalam skala yang sangat ambisius.

Di sisi lain, harga jual biomassa ke luar negeri jauh lebih tinggi dibandingkan pasar domestik.

Menurut temuan Celios, harga biomassa dalam negeri paling tinggi sekitar Rp 600 ribu per ton.

Sementara hasil temuan Celios yang lain, harga wood pellet dan wood chips dari salah satu perusahaan berkisar 90-130,86 dollar AS per ton atau sekitar Rp 1,4 juta sampai Rp 2 juta per ton. 

"Produsen biomassa di Indonesia lebih memilih untuk menjual produk biomassa ke pasar global. Pilihan ini diambil karena harga domestik belum mampu bersaing dengan harga di pasar global," tulis tim penulis Celios dalam laporan tersebut.

Baca juga: Kembangkan Biomassa, PLN Tanam 30.000 Pohon Indigofera di Tasikmalaya

Indikasi ekspor ilegal

Peneliti Celios Viky Arthiando Putra mengatakan, pada rentang tahun yang sama, ada selisih mencolok dalam data perdagangan kayu antara Indonesia dan Jepang. 

Terdapat selisih impor produk wood chips (HS440122) yang tercatat mencapai 3,04 juta ton atau setara 153,9 juta dollar AS. 

Sementara wood pellets (HS440131) selisih volumenya sebesar 19.547 ton atau setara 5,1 juta dollar AS.

"Ketidaksesuaian ini memicu kekhawatiran adanya potensi celah praktik ilegal dalam rantai pasok biomassa kayu yang merugikan," kata Viky, dikutip dari situs web Celios.

Kerugian yang dimaksud adalah potensi bea keluar yang tidak optimal, kepatuhan pajak rendah, dan risiko deforestasi yang tidak tercatat. 

Baca juga: Teknologi PLTU di Indonesia Mampu Serap Target Co-firing Biomassa

Selisih ekspor yang terlalu besar juga memicu kekhawatiran bahwa biomassa Indonesia hanya digunakan sebagai pencapaian target emisi di Jepang.

Temuan selisih data ekspor wood pellet dan wood chips ditanggapi oleh Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Farid Amir.

Amir menuturkan, kemungkinan ada ekspor ilegal atau penyelundupan melalui jalur tikus.

Selain itu ada kemungkinan beberapa isu diskrepansi data, misalnya pergeseran lokasi pelabuhan bongkar muat yang berimbas adanya perubahan pencatatan pada bea cukai. 

"Namun selisih tonase tersebut perlu untuk dikawal dan ditindaklanjuti," kata Amir dikutip dari situs web Celios.

Baca juga: Biomassa Kelapa Sawit Bisa Jadi Bahan Baku Ban dan Pembangkit Tenaga Listrik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Kriminalisasi Masyarakat Adat Meningkat, 121 Kasus pada 2024

Kriminalisasi Masyarakat Adat Meningkat, 121 Kasus pada 2024

LSM/Figur
Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun

Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun

LSM/Figur
Perlindungan Masih Minim, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan pada 2025

Perlindungan Masih Minim, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan pada 2025

LSM/Figur
Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali Capai 75 Persen Target Investasi

Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali Capai 75 Persen Target Investasi

Swasta
Transisi Energi, Kerjasama Teknologi dengan China dan UAE Perlu

Transisi Energi, Kerjasama Teknologi dengan China dan UAE Perlu

Pemerintah
Transisi Energi Indonesia Lambat, Regulasi Tak Jelas Sebabnya

Transisi Energi Indonesia Lambat, Regulasi Tak Jelas Sebabnya

Pemerintah
Berdaya, Cerita Perjuangan Penyandang Disabilitas Wujudkan Usaha Mandiri bersama Nusantara Infrastructure

Berdaya, Cerita Perjuangan Penyandang Disabilitas Wujudkan Usaha Mandiri bersama Nusantara Infrastructure

Swasta
Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Swasta
5 Cara Merayakan Natal Lebih Berkelanjutan dari Rumah

5 Cara Merayakan Natal Lebih Berkelanjutan dari Rumah

LSM/Figur
Elektrifikasi Transportasi Jadi Kunci Pencapaian Target Net Zero 2060

Elektrifikasi Transportasi Jadi Kunci Pencapaian Target Net Zero 2060

Pemerintah
6 Strategi Google Jawab Tantangan Energi pada 2024

6 Strategi Google Jawab Tantangan Energi pada 2024

Pemerintah
Pendekatan Terpadu Jadi Solusi Hadapi Krisis Dunia

Pendekatan Terpadu Jadi Solusi Hadapi Krisis Dunia

Pemerintah
Kerugian Ganda Insentif Pajak Industri Plastik: Pendapatan Negara Hilang dan Rusak Lingkungan

Kerugian Ganda Insentif Pajak Industri Plastik: Pendapatan Negara Hilang dan Rusak Lingkungan

LSM/Figur
Pikirkan Penggunaan Label Digital untuk Kurangi Sampah Makanan

Pikirkan Penggunaan Label Digital untuk Kurangi Sampah Makanan

Swasta
2024, Transisi Energi Indonesia Lamban, Sektor Transportasi Membaik

2024, Transisi Energi Indonesia Lamban, Sektor Transportasi Membaik

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau