Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Emisi "Scope 3"?

Kompas.com, 6 Januari 2025, 15:54 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perubahan iklim menjadi permasalahan dunia yang perlu segera ditanggulangi bersama.

Namun, ada sebagian masyarakat yang belum sadar betul mengenai problem tersebut karena banyak istilah yang kurang dipahami mereka, seperti salah satunya adalah emisi cakupan 3 atau scope 3.

Lantas apa itu dan bagaimana contohnya?

Dikutip dari Sustainability News, Senin (6/1/2025) emisi cakupan 3 merupakan kategori emisi gas rumah kaca yang mewakili semua emisi tidak langsung yang terjadi dalam rantai nilai perusahaan, di luar operasinya sendiri.

Emisi ini terjadi sebagai akibat dari pemasok, pelanggan, dan mitra bisnis perusahaan lainnya, serta penggunaan dan pembuangan produknya.

Baca juga:

Meski bukan berasal langsung dari perusahaan namun emisi cakupan 3 merupakan bagian signifikan dari keseluruhan jejak karbon perusahaan yang kadang mencapai lebih dari 70 persen.

Oleh karena itu, menangani emisi tersebut menjadi tantangan yang sering kali memerlukan kolaborasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan eksternal di seluruh rantai nilai.

Karena emisi karbon lingkup 3 mencakup setiap aspek rantai nilai bisnis, ada beberapa contoh yang masuk dalam emisi tersebut. Seperti misalnya:

  • Barang dan jasa yang dibeli
  • Transportasi hulu dan distribusi hilir
  • Perjalanan bisnis
  • Perjalanan karyawan

Manfaat Pengukuran Emisi

Sebuah perusahaan atau organisasi pun perlu mengukur emisi tersebut karena sebagian besar emisi perusahaan termasuk dalam kategori ini. Selain itu dengan melakukan pengukuran, perusahaan mendapatkan beberapa manfaat.

Mengidentifikasi dan mengurangi emisi cakupan 3 dapat menghasilkan penghematan biaya yang signifikan bagai perusahaan.

Hal itu dapat mencakup mengoptimalkan, atau 'memangkas' rantai pasokan, mengurangi limbah, dan meningkatkan efisiensi energi.

Baca juga:

Dengan melakukan pengukuran dan menerapkan strategi untuk menguranginya, perusahaan pun memperoleh keunggulan kompetitif dan reputasi terhadap keberlanjutan.

Memahami dan mengurangi emisi lingkup 3 juga dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengurangi potensi risiko rantai pasokan.

Selain itu, karena lanskap regulasi selalu dapat berubah, lingkup perusahaan yang diharuskan untuk mengungkapkan emisi akan meningkat pula. Dengan melakukan pengukuran sekarang, artinya perusahaan sudah mengambil tindakan proaktif untuk mempersiapkan perubahan tersebut.

Namun untuk mengukur emisi ini memang memerlukan usaha lebih. Pasalnya, mengukur dan mengurangi emisi cakupan 3 jauh lebih menantang daripada emisi cakupan 1 & 2.

Iini karena kategorinya sangat luas, tetapi juga karena fakta bahwa banyak sumber tidak berada dalam lingkup perusahaan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau