Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lama Lumayan Lega, Indonesia dan Brasil Kini Dihantui Deforestasi Lagi

Kompas.com, 5 Januari 2025, 20:13 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Dunia menghadapi ancaman iklim. China dan India menobatkan 2024 sebagai salah satu tahun terpanas. Bencana iklim melanda sejumlah negara, memicu tewasnya 2000 orang dan kerugian 229 miliar dollar AS.

Meski beragam aksi iklim digagas, tarik menariknya dengan dunia yang juga sedang krisis dan negara-negara yang berambisi membangun ekonomi membuat implementasinya tak maksimal. Malah, gagasan yang tak ramah lingkungan muncul lagi.

Deforestasi untuk produksi minyak nabati (sawit, kedelai, dan lainnya) adalah salah satunya. Hutan Indonesia, Amazon, dan Congo Basin yang menjadi salah satu penyimpan stok karbon dunia menghadapi ancaman.

Amazon dan Cerrado

Brazil adalah aktor utama deforestasi di Amazon dan Cerrado. Selama puluhan tahun, negara Amerika Latin itu membuka hutan untuk memproduksi kedelai dan produk turunannya. Antara tahun 2000 - 2006, hutan Brazil hilang 150.000 kilometer persegi.

Juli 2006, inisiatif moratorium kedelai mulai berjalan. Studi yang terbit di Nature Food pada 2020 menemukan, pelaksanaan moratorium berhasil mendorong penurunan deforestasi yang sangat signifikan.

WWF mencatat, luasan kebun kedelai bertumbuh dari 1,64 juta hektar pada 2007 menjadi 7,28 juta hektar pada 2022. Meskipun tidak nol, luasan yang berasal dari deforestasi hanya 250.000 hektar sejak 2008.

Ancaman deforestasi kini muncul lagi. Tahun 2024, National Congress dan Mato Grosso, salah satu state penghasil kedelai, mendorong aturan penghapusan benefit pajak pada perusahaan yang terikat kesepakatan tidak melakukan deforestasi untuk ekspansi.

Baca juga: Jangan Balikkan Kemajuan, Jangan Dukung Sawit dengan Cara Salah

Sebagai informasi, Mato Grosso memproduksi kedelai sebanyak 85,7 juta ton kedelai pada 2023-2024, lebih dari keseluruhan Argentina yang menghasilkan 50,5 juta ton kedelai pada periode yang sama.

Ancaman Brazil kini bukan hanya kedelai. Tahun 2024, Brazil juga mengusulkan pendanaan untuk proyek biofuel berbasis kelapa sawit. Jika tak dilakukan dengan hati-hati, sawit bisa menjadi ancaman deforestasi tambahan.

Congo

Data Global Forest Watch menunjukkan bahwa Congo kehilangan 1,32 juta hektar hutan pada tahun 2023. Kehilangan ini mendorong emisi karbon mencapai 888 juta ton. Tren deforestasi mengalami peningkatan di negara tersebut.

World Resources Institute (WRI) mencatat, hutan di Congo dibakar untuk ditanami dalam waktu singkat dan kemudian bisa tumbuh lagi. Karena banyak warganya hidup dengan hanya Rp 30.000 sehari dan 81 persen tak punya listrik, hutan dimanfaatkan untuk produksi arang.

Meski demikian, praktik penebangan untuk penjualan kayu meningkat. Center for International Forestry Research (CIFOR) juga mencatat, ada keinginan untuk membudidayakan sawit. Hal itu, jika tak dilakukan secara berkelanjutan, mengancam kelestarian hutan.

Indonesia

WRI mencatat, deforestasi hutan primer di Indonesia sebenarnya sudah jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Ada peningkatan sebesar 27 persen pada 2023, tetapi masih tergolong rendah.

Indonesia juga mengalami kemajuan dalam sektor kelapa sawit. CIFOR mencatat, 1-2 persen produk kelapa sawit yang terkait deforestasi setelah tahun 2020. Jumlah itu menunjukkan penurunan signifikan dari 54 persen pada 1995-200 dan 14 persen pada tahun 2010. 

Meski demikian, pernyataan presiden "jangan takut deforestasi" untuk kelapa sawit membuka peluang naiknya kembali pembabatan hutan. Meski deforestasi rendah, saat ini kontributor utamanya adalah kelapa sawit.

Penting bagi Indonesia untuk bersikap tegas mencegah deforestasi. Penghilangan hutan bukan hanya akan memicu bencana iklim, tetapi membuat masyarakat sekitar kehilangan sumber pangan, papan, serta meningkatkan kesenjangan ekonomi. 

Baca juga: Sebanyak Apapun, Sawit Tetap Bukan Hutan, Kenapa?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
LSM/Figur
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
LSM/Figur
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
LSM/Figur
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektar, Cukupkah untuk Gajah?
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektar, Cukupkah untuk Gajah?
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Pemerintah
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau