KOMPAS.com - Laporan Deloitte mengenai Aksi Keberlanjutan 2024 menunjukkan hanya 15 persen perusahaan yang melaporkan emisi Cakupan 3 (Scope 3).
Emisi Cakupan 3 sendiri bisa sulit diatasi karena dapat berkontribusi hingga 95 persen dari total emisi perusahaan.
Tetapi karena emisi ini tidak diproduksi oleh perusahaan, sulit untuk melihat dampaknya secara menyeluruh.
Emisi Cakupan 3 sendiri merupakan kategori emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari pemakaian energi oleh pihak-pihak yang tidak secara langsung dikendalikan oleh perusahaan seperti misalnya transportasi, penggunaan produk, atau pembuangan.
Baca juga: Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss
Mengutip Sustainability Magazine, Selasa (10/9/2024) penelitian dari Deloitte menunjukkan bahwa meskipun 74 persen perusahaan mengungkapkan emisi Cakupan 1 mereka, hanya 15 persen yang melaporkan emisi Cakupan 3.
Kesenjangan ini menunjukkan titik buta yang besar dalam emisi.
Baca juga: NASA Luncurkan Perangkat Pendeteksi Gas Rumah Kaca
Kendati demikian laporan mengungkap pula bahwa perusahaan telah menjadikan pelaporan ESG sebagai prioritas strategis dengan 98 persen responden survei melaporkan beberapa tingkat kemajuan menuju tujuan dan target keberlanjutan pada tahun lalu.
Hampir semua perusahaan yang disurvei juga mengadakan rapat kelompok kerja ESG setidaknya setiap tiga bulan dan 43 persen bertemu setidaknya sebulan sekali.
Setengah dari eksekutif yang disurvei melaporkan bahwa mereka merekrut sumber daya baru untuk meningkatkan kemampuan pelaporan dalam mendukung gas rumah kaca.
Ini termasuk peran Chief Sustainability Officer yang muncul 13 persen lebih banyak di perusahaan yang disurvei sejak Desember 2022.
Deloitte memperingatkan bahwa organisasi yang menggunakan pendekatan 'tunggu dan lihat' untuk pelaporan ESG mungkin mendapati bahwa mereka harus mengejar ketertinggalan dalam persiapan untuk peraturan baru.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rendah karbon, para pemimpin harus menemukan cara baru untuk mendorong perubahan di seluruh industri dan sektor," ungkap Steven Goldbach, Sustainability, Climate and Equity Leader di Deloitte.
Seperlima eksekutif yang disurvei juga menyebut pelaporan ESG bisa berdampak pada citra publik perusahaan.
Baca juga: Implementasi Keberlanjutan Bedampak Besar bagi Keuntungan Perusahaan
Temuan ini menunjukkan dampak signifikan yang dapat ditimbulkan oleh pengungkapan keberlanjutan yang kuat terhadap citra publik perusahaan.
Sehingga pelaporan ESG yang efektif dapat memberikan manfaat eksternal yang beragam, tidak hanya memengaruhi persepsi konsumen tetapi juga calon karyawan dan posisi pasar.
Di luar keuntungan eksternal ini, lebih dari separuh eksekutif yang disurvei mengharapkan manfaat internal dari praktik pelaporan ESG. Ini termasuk pengurangan risiko, peningkatan kepercayaan pemangku kepentingan, dan peningkatan efisiensi operasional.
Namun pelaporan ESG tentu saja memiliki tantangan. Karena perusahaan berinvestasi dalam infrastruktur dan sumber daya untuk meningkatkan pelaporan ESG, kompleksitas lebih lanjut dapat menjadi lebih terlihat.
Lebih dari separuh eksekutif yang disurvei mengatakan bahwa kualitas data adalah tantangan ESG terbesar, dan 88 persen melaporkannya sebagai salah satu dari tiga tantangan teratas.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya