JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam lanskap industri pertambangan yang terus berkembang, keseimbangan antara eksplorasi sumber daya dan keberlanjutan harus berjalan beriringan.
Terlebih, industri pertambangan saat ini tengah dihadapkan pada berbagai tantangan besar, mulai dari tuntutan keberlanjutan lingkungan, isu emisi karbon, hingga kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.
Di sinilah, prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan good mining practices (GMP) menjadi dua pilar penting yang saling melengkapi untuk mewujudkan praktik tambang bertanggung jawab, berkelanjutan, sekaligus berpihak pada semua pemangku kepentingan.
Sejatinya, ESG bukanlah sekadar tren global, melainkan kerangka kerja yang dapat dijadikan acuan bagi perusahaan tambang dalam memprioritaskan lingkungan, dampak sosial, dan tata kelola yang baik dalam setiap lini operasionalnya.
Baca juga: Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga
Sementara itu, GMP adalah landasan teknis untuk membantu perusahaan tambang menerjemahkan prinsip ESG ke dalam praktik operasional untuk menciptakan sinergi antara efisiensi, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan.
Pendekatan tersebut menjadi kunci penting bagi perusahaan tambang dalam menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan kelestarian alam.
Meskipun sering dianggap serupa, ESG dan GMP sebenarnya memiliki peran berbeda, tetapi saling melengkapi.
GMP lebih menitikberatkan pada operasional harian atau instrumen praktis, seperti standar keselamatan kerja dan mitigasi terhadap lingkungan.
Di Indonesia, lima aspek GMP dapat dilihat lewat No 4 Tahun 2009. Pertama, Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja Pertambangan (K3) Pertambangan. GMP harus menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk melindungi pekerja.
Baca juga: Terapkan Good Mining Practice, MHU Raih ASEAN Coal Awards 2023
Kedua, Keselamatan Operasi (KO) Pertambangan dengan tujuan untuk memastikan kegiatan pertambangan berjalan dengan aman, efisien, dan produktif.
Ketiga, pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Industri pertambangan yang menerapkan prinsip GMP wajib memperhatikan kelestarian lingkungan lewat pendekatan ramah lingkungan. Seluruh izin terkait lingkungan pun wajib dipenuhi.
Keempat, konservasi sumber daya. Ini melibatkan upaya untuk menggunakan sumber daya secara efisien dan berkelanjutan, seperti pengurangan limbah dan peningkatan pemulihan mineral.
Kelima, pengelolaan sisa tambang sesuai batu muku lingkungan.
Sementara itu, ESG punya cakupan lebih luas mencakup tata kelola perusahaan, transparansi, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, ESG merupakan payung besar yang melingkupi GMP. Keduanya perlu disinergikan untuk memastikan aktivitas tambang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat agar dapat menuai manfaat jangka panjang.
Misalnya, pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di area lingkar tambang, mengurangi risiko operasional dan finansial, juga menarik minat investor yang peduli pada praktik berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, integrasi ESG dan GMP berperan penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sekaligus memastikan industri tambang tetap relevan dan mampu bertanggung jawab di masa depan.
Pemerintah telah menyiapkan landasan hukum untuk mendorong perusahaan tambang mengintegrasikan GMP dan ESG agar lebih optimal.
Salah satunya, melalui penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca juga: Sebagian Besar Perusahaan di Dunia Siap Hadapi Pelaporan Baru untuk ESG
Dalam beleid tersebut, pemerintah mewajibkan setiap badan usaha pertambangan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi pertambangan pascaoperasi.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menjelaskan bahwa sebagai pengelola sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM berkomitmen melakukan pengawasan secara ketat terhadap pengelolaan lingkungan hidup pasca operasi dari setiap badan usaha pertambangan.
"Permen ESDM 26/2018 mengamanahkan kepada setiap pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan Dokumen Lingkungan Hidup," jelas Agus.
Dalam implementasinya, setiap badan usaha pertambangan wajib memberikan jaminan reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan pasca tambang sesuai dengan yang ditetapkan Menteri ESDM atau Gubernur sesuai kewenangannya.
Aspek pengelolaan lingkungan hidup pascaoperasi juga mencakup penanggulangan serta pemulihan lingkungan apabila terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Di Indonesia, salah satu perusahaan yang berkomitmen tinggi terhadap hal itu adalah PT Multi Harapan Utama (MHU) yang merupakan bagian dari MMS Group Indonesia (MMSGI).
Baca juga: Jadikan ESG sebagai Standar, MMSGI Bangun Masa Depan Tambang Berkelanjutan
MHU berhasil menerapkan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik melalui pengintegrasian GMP dan ESG.
Bagi MHU, penerapan GMP bukan sekadar pemenuhan regulasi, tetapi menjadi bagian dari visi perusahaan sebagai wujud good corporate citizen.
"GMP menjadi fondasi kami dalam memberikan manfaat nyata bagi lingkungan dan masyarakat. Ini bukan sekadar pemenuhan regulasi, tapi komitmen jangka panjang," ujar General Manager Mining Support MHU, Wijayono Sarosa, saat wawancara tertulis dengan Kompas.com, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Komitmen Dorong Kemandirian Ekonomi, PPM MHU Sabet Tamasya Award 2024
Komitmen tersebut diwujudkan melalui berbagai program corporate social responsibility (CSR) berbasis social mapping yang efektif dan berkelanjutan.
Pendekatan dirancang untuk memahami kondisi sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat di sekitar area operasional secara mendalam sambil tetap menghormati adat istiadat dan kebudayaan setempat.
Dalam mengimplementasikan komitmennya, MHU menyusun kerangka GMP dan ESG yang komprehensif untuk diintegrasikan pada operasional perusahaan.
Dari sisi lingkungan, GMP berperan meminimalkan dampak langsung operasional tambang, seperti degradasi lahan dan polusi.
Sementara itu, ESG mengambil pendekatan yang lebih komprehensif dengan mendorong keanekaragaman hayati, mengurangi emisi, hingga menangani isu perubahan iklim secara lebih luas.
Dalam konteks tanggung jawab sosial, perusahaan menerapkan GMP dengan memastikan kondisi kerja yang aman dan perlakuan yang adil terhadap komunitas lokal.
Sedangkan lewat pengimplementasian ESG, perusahaan memperluas cakupan itu dengan menambahkan keterlibatan komunitas dan komitmen terhadap hak asasi manusia (HAM) secara menyeluruh.
Pada aspek tata kelola, GMP menekankan kepatuhan terhadap regulasi dan transparansi operasional.
Kemudian, lewat implementasi ESG, perusahaan membangun fondasi yang lebih kokoh melalui penerapan etika korporat, praktik anti-korupsi, dan struktur tata kelola yang kuat.
Baca juga: Konsisten Dukung Indonesia NZE 2060, MMSGI Raih CNBC Awards 2023
Melalui kerangka itu, MHU pun kemudian membuat sejumlah program penting sebagai bagian dari pengimplmentasian konsep GMP yang sesuai dengan ketentuan dari pemerintah.
Untuk upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat (household basic needs), MHU melakukan sejumlah upaya fundamental, seperti memastikan akses yang layak terhadap pelayanan kesehatan dan sanitasi serta mendukung pemenuhan pangan dan tempat tinggal yang memadai.
Inisiatif tersebut menjadi fondasi utama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berada di sekitar area operasional tambang.
Di bidang lingkungan, MHU melakukan transformasi lahan pascatambang menjadi Arboretum Busang, hutan konservasi seluas 16 hektare di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Program reklamasi dengan revegetasi area itu dimulai sejak 2018 menggunakan metode monokultur.
"Keberadaan Arboretum Busang membuktikan bahwa pemulihan lahan pascatambang bukan sekadar kewajiban, tetapi investasi jangka panjang untuk menjaga keseimbangan alam dan mendukung mitigasi perubahan iklim," ujar General Manager Mining Support MHU, Wijayono Sarosa.
MHU juga mengembangkan kawasan Agro-Edu-Wisata di Desa Jonggon Jaya dan Desa Margahayu melalui kolaborasi dengan Universitas Kutai Kartanegara, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan masyarakat lokal.
Baca juga: Lalu Lalang Kukang di Arboretum Busang, Bukti Keberhasilan Restorasi Alam
Dalam kawasan tersebut, perusahaan turut membangun Mini Ranch berupa peternakan sapi, penangkaran rusa sambar, serta pengembangan tanaman hortikultura seperti kebun kelengkeng, serai wangi, jagung, dan sorgum.
Komitmen keberlanjutan MHU juga ditunjukkan melalui partisipasinya sebagai pembeli unit karbon pertama di Bursa Karbon Indonesia dengan membeli 1.250 ton CO2eq pada September 2023.
Di sisi operasional, perusahaan berhasil mengurangi konsumsi energi hingga 20 persen melalui penerapan teknologi hemat energi serta menurunkan tingkat polusi air dan tanah hingga 30 persen dalam dua tahun terakhir melalui pengelolaan limbah berbasis reduce, reuse, recycle (3R).
“Bukan tanpa tantangan. Kami memahami juga bahwa penerapan GMP tak hanya membutuhkan teknologi dan kebijakan yang tepat, tapi juga komitmen serta partisipasi aktif dari seluruh karyawan melalui berbagai inisiatif untuk meningkatkan kesadaran K3 dan kepedulian terhadap lingkungan,” jelasnya.
Baca juga: Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam
Beberapa hal yang dilakukan untuk melibatkan karyawan secara aktif turut dijelaskan oleh Wijayono, yakni pelatihan keselamatan dan lingkungan secara berkala, mulai identifikasi potensi bahaya, penggunaan alat pelindung diri (APD) dan penerapan standar Work at Height.
Pelatihan tak hanya bersifat teknis, tapi sampai memberikan pemahaman pentingnya menjaga keselamatan bagi diri sendiri, rekan kerja, dan lingkungan kerja.
MHU juga mengintegrasikan K3 dalam budaya kerja tidak hanya dalam operasional tambang, tapi juga dalam kegiatan harian dengan membuat kampanye kesadaran keselamatan.
“MHU mendorong karyawan untuk secara aktif melaporkan potensi bahaya dan insiden melalui sistem pelaporan yang mudah diakses. Selain itu, kami rutin mengadakan simulasi evakuasi, pemadaman kebakaran, dan penanganan insiden lainnya agar karyawan mampu merespons kondisi darurat secara efektif,” jelasnya.
Sebagai upaya peningkatan kesadaran lingkungan, karyawan juga diberikan program edukasi agar tercipta kesadaran bahwa keberlanjutan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama.
Lewat pendekatan tersebut, MHU telah berhasil membangun budaya kerja yang mengutamakan keselamatan dan keberlanjutan. Hal ini terlihat dari penurunan angka insiden kerja dan meningkatnya kesadaran karyawan terhadap pentingnya menjaga lingkungan.
Pendekatan ini juga menunjukkan komitmen MHU untuk mematuhi standar GMP sekaligus mendukung target SDGs.
Tak ingin upaya penerapan GMP sia-sia, MHU punya cara untuk mengukur keberhasilan pengimplementasian program lewat sistem dan sejumlah indikator di lapangan.
Baca juga: Jembatani Keterbatasan lewat Kesetaraan Pendidikan, MMSGI Bantu Akses Pendidikan di Desa-desa Kaltim
“Sistem ini mencakup penggunaan indikator kinerja, evaluasi berkala lewat audit dan inspeksi lapangan, serta pelaporan yang terintegrasi, baik dengan standar nasional maupun internasional,” ujarnya lagi.
Sebagai bagian dari kewajiban hukum, MHU turut melaporkan hasil implementasi GMP ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setiap tiga bulan sekali. Laporan ini mencakup data tentang keselamatan kerja, pengelolaan limbah, hasil reklamasi, dan tanggung jawab sosial.
Lalu, setiap enam bulan, MHU melakukan evaluasi menyeluruh terhadap progres penerapan GMP.
“Evaluasi ini melibatkan tim lintas departemen untuk meninjau capaian, mengidentifikasi tantangan, dan menentukan langkah perbaikan. Feedback dari karyawan dan komunitas lokal juga diintegrasikan ke dalam evaluasi untuk memastikan pendekatan yang inklusif,” tambahnya.
Wijayono bercerita bahwa pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan standar GMP meskipun menghadapi perubahan regulasi atau tantangan industri. Bagi MHU, GMP menjadi komitmen masa depan.
“GMP di MHU difokuskan pada tiga aspek utama—operasional, keselamatan kerja (safety), dan pengelolaan lingkungan—yang menjadi prioritas dalam memastikan praktik pertambangan dilakukan dengan teknik yang baik, aman, dan ramah lingkungan,” katanya.
Dalam konteks regulasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), aspek safety dan lingkungan memiliki bobot yang lebih besar, sementara aspek sosial (community development) diakui, tetapi tidak memiliki standar yang seragam.
Adapun beberapa langkah yang diterapkan dalam mengatasi hal itu adalah berinvestasi dalam teknologi operasional yang efisien dan ramah lingkungan memanfaatkan alat modern.
Misalnya teknik mine planning berbasis perangkat lunak canggih untuk memastikan aktivitas tambang dilakukan dengan perencanaan optimal dan meminimalkan kerusakan lingkungan.
Kemudian, peningkatan keselamatan kerja lewat program safety induction, emergency drills, dan inspeksi berkala. Lalu, mereklamasi lahan bekas tambang.
MHU diakui Wijayono juga proaktif dalam memantau perubahan regulasi dari pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan standar keamanan lingkungan. Juga tak segan berkolaborasi dengan pemerintah dan industri. Untuk mengembangkan standar teknis yang lebih baik lewat penerapan standar Work at Height.
MHU juga mengikuti program penilaian GMP yang diadakan oleh Kementerian ESDM. Keikutsertaan ini menjadikan MHU sukses meraih empat Piagam Penghargaan Utama sekaligus dalam ajang GMP Awards 2024.
Penghargaan itu meliputi kategori Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerapan Konservasi, Standarisasi dan Usaha Jasa Pertambangan, serta Pengelolaan Teknis.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Tri Winarno menyebutkan, penghargaan GMP dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada perusahaan pertambangan pemegang Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ataupun perusahaan jasa pertambangan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang berprestasi dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan mineral dan batubara yang baik.
Baca juga: Terapkan Good Mining Practice, MHU Raih 5 Penghargaan GMP Award 2022 dari Kementerian ESDM
Adapun penilaian prestasi terkait penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik didasari oleh sejumlah hal.
Hal itu meliputi aspek pengelolaan teknis, keselamatan, lingkungan hidup, penerapan konservasi, serta pengelolaan usaha jasa.
Menurut Tri, semua perusahaan yang berhasil mendapatkan penghargaan GMP adalah pihak yang sukses dalam menerapkan semua aspek tersebut.
Terkait hal itu, Wijayono mengatakan, pencapaian tersebut jadi bukti kuat perusahaan sebagai pionir dalam industri pertambangan yang bertanggung jawab.
Langkah strategis tersebut juga menjadi bukti nyata bahwa MHU dan MMSGI tidak hanya berorientasi pada keberhasilan bisnis semata, tetapi juga berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita sebagai good corporate citizen.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya