Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/01/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Bergabungnya Indonesia dengan BRICS bakal menarik untuk disimak ihwal kerja sama transisi energi. Sebab, perkumpulan internasional tersebut berisi negara-negara berkembang.

Sebelumnya, pada Senin (6/1/2025), Brasil mengumumkan Indonesia resmi bergabung dengan BRICS sebagai anggota tetap.

BRICS berdiri tahun 2009 dengan anggota awal yang sesuai singkatan namanya yakni Brasil, Rusia, India, dan China. Setahun kemudian, Afrika Selatan menyusul bergabung dengan BRICS tahun 2010. 

Baca juga: Dewan Energi Nasional Usul Bangun 29 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Tahun 2024, BRICS memperluas keanggotaannya dengan bergabungnya Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna mengatakan, BRICS akan menjadi wadah yang menjanjikan untuk membuat model transisi energi yang lebih sesuai untuk negara berkembang.

"Yang akan menarik adalah melihat bagaimana negara-negara BRICS bisa bertukar pandangan masalah bagaimana mereka bisa bertransisi," kata Putra saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/1/2025).

Pasalnya, selama ini isu-isu dan strategi seputar transisi energi terlalu didominasi oleh Barat.

Padahal, masing-masing negara memiliki potensi sumber energi yang tak lepas dari konteks geografis, tak terkecuali negara-negara yang tergabung dalam BRICS.

Baca juga: SIG Manfaatkan Sampah Padat Perkotaan untuk Dijadikan Sumber Energi

Sebagai contoh Brasil dengan bioenerginya, Etiopia dengan energi hidro, atau Rusia yang lebih dulu mapan dengan energi nuklir.

Dengan berkumpulnya negara berkembang menjadi watu wadah, mereka akan lebih bebas dalam melakukan transisi energi dan kerja sama tanpa banyak dicampuri oleh Barat atau negara maju.

"Bentuk kerja samanya seperti apa, saya rasa yang paling penting adalah mereka membuat sebuah kesepakatan dulu mengenai model transisi energi itu seperti apa," papar Putra.

Terlebih, BRICS memiliki kampiun transisi energi dunia yakni China yang bisa menopang dengan teknologi murahnya.

Putra berujar, China akan menunjukkan peran bahwa transisi energi bisa dipimpin Oleh negara-negara bukan Barat.

Baca juga: Swasembada Energi Bukan Mimpi (3)

"Di dalam BRICS Semestinya akan bisa dibangun sebuah model di mana transisi energi itu bukan lagi perkara agenda Barat. Jadi itu sebuah pesan yang akan semakin kuat ke depan," tutur Putra.

Sedangkan bagi Indonesia, kata Putra, menjadi anggota BRICS akan semakin menambah jalur diplomasi transisi energi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau