Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8.700 Orang Tewas dan 40 Juta Terusir, Bencana Iklim Semakin Ekstrem

Kompas.com, 7 Januari 2025, 08:40 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian terbaru mengungkapkan, krisis iklim mengganggu siklus air di bumi, lalu menyebabkan kekeringan hingga banjir bandang di berbagai wilayah.

Studi bertajuk 2024 Global Water Monitor Report ini mengungkap, 2024 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat.

Bencana yang terjadi menewaskan 8.700 orang, menyebabkan 40 juta orang terusir dari rumah mereka, dan mengakibatkan kerugian hingga lebih dari 550 miliar dolar AS.

“Pada 2024, Bumi mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat dan sistem perairan di seluruh dunia menanggung beban terberatnya, yang mengakibatkan malapetaka pada siklus air,” ujar pemimpin studi Albert van Dijk dikutip dari The Guardian, Senin (6/1/2025).

Tim, terdiri dari konsorsium organisasi seperti Alborg University di Denmark dan TU Wien di Austria, mengumpulkan data dari ribuan stasiun darat dan satelit yang mengorbit Bumi untuk menilai variabel air yakni curah hujan, kelembapan tanah, aliran sungai, serta banjir.

Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan Terhadap Perempuan
  
Mereka menemukan, rekor tertinggi curah hujan bulanan tercatat 27 persen lebih sering pada 2024 dibandingkan tahun 2000 dengan rekor curah hujan harian tercatat 52 persen lebih banyak.

"Jadi kita melihat kondisi ekstrem yang lebih buruk di kedua sisi," tutur Van Dijk.

Para peneliti menyampaikan, suhu yang meningkat karena pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan terganggunya siklus air. Mereka menjelaskan bahwa pemanasan global dapat meningkatkan kekeringan karena lebih banyak penguapan dari tanah ataupun pola curah hujan yang berubah.

Kekeringan mengakibatkan produksi tanaman pangan di Afrika Selatan berkurang setengahnya, yang membuat lebih dari 30 juta orang menghadapi krisis pangan.

Petani lantas terpaksa memusnahkan ternak karena padang rumput mengering, seiring dengan berkurangnya pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga air.

Selain itu, sungai Yangtze dan Pearl membanjiri kota-kota di China hingga menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi serta merugi karena rusaknya tanaman pangan pada Mei-Juli 2024.

Banjir sungai di Bangladesh yang terjadi di bulan Agustus berdampak terhadap hampir 6 juta orang, dan merusak 1 juta ton beras.

Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Rekor Suhu Panas Kemungkinan Besar Berlanjut 2025

Sementara itu, di Spanyol pada bulan Oktober, lebih dari 500 milimeter hujan turun selama delapan jam, menyebabkan banjir bandang yang mematikan. Banjir juga melanda Porto Alegre, Brazil pada Mei tahun lalu.

Van Dijk menuturkan, banjir bandang di Afghanistan dan Pakistan akibat hujan deras menewaskan lebih dari 1.000 orang serta 1,5 juta orang mengungsi.

“Kebakaran hutan yang disebabkan oleh cuaca panas dan kering membakar lebih dari 52.000 kilometer persegi pada bulan September saja, melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca," ucap Van Dijk.

"Dari kekeringan yang bersejarah hingga banjir besar, peristiwa ekstrem ini berdampak pada kehidupan, mata pencaharian, dan seluruh ekosistem," tambah dia.

Para peneliti mengatakan, prakiraan cuaca musiman 2025 dan kondisi saat ini menunjukkan kekeringan berpotensi memburuk di Amerika Selatan bagian utara, Afrika bagian selatan, serta beberapa wilayah bagian Asia. Wilayah yang lebih basah seperti Sahel dan Eropa diprediksi akan menghadapi risiko banjir lebih tinggi.

“Kita perlu bersiap dan beradaptasi dengan kejadian ekstrem yang lebih parah. Itu berarti pertahanan banjir yang lebih kuat, pengembangan produksi pangan dan pasokan air yang lebih tahan kekeringan, dan sistem peringatan dini yang lebih baik," terang Van Dijk.

Baca juga: Kelapa Sawit Kontroversial dan Politis, Bagaimana AI Menarasikannya?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau