Empati yang kuat tentu akan mengarahkan tindakan moral etis manusia untuk membela hak dan kebebasan alam ciptaan.
Tahun 2025 merupakan suatu kesempatan untuk memperdalam konsep dan penghayatan bahwa alam ciptaan adalah subjek bagi dirinya dan manusia.
Alam telah berusaha memberikan hal-hal yang dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang kehidupannya. Di dalam proses memberi itu, alam sebenarnya mengalami banyak hal yang tidak dirasakan dan dialami oleh manusia.
Penghormatan kepada alam akan dapat optimal bila koneksi dengan alam semakin masif. Hannah Ritchie dalam "Not The End of The World" memberikan sinar harapan baru.
Menurut data penelitiannya di Oxford, beberapa perbaikan dan pemulihan alam sudah terjadi. Memang, di beberapa bagian dunia, perusakan masih terjadi.
Namun, orang-orang muda sudah banyak yang terlibat aktif membela hak dan eksistensi alam ciptaan.
Setiap orang dapat menjadi pelaku ekologi yang bertanggung jawab, terkoneksi dengan alam, dan sadar pada subjektivitas alam.
Langkah demi langkah mesti dilalui seperti hidup dalam kesadaran bahwa manusia berada di tengah alam, bukan di luar.
Kedua, setiap unsur dan elemen alam memiliki nilai ontologis yang sama dengan manusia. Ketiga, mindset mesti terarah kepada usaha perbaikan yang sudah ada dan ikut mendukungnya dengan aksi-aksi kecil di sekitar.
Harapan tidak akan mengecewakan (spes non confundit)! Semoga semakin banyak manusia yang menaruh harapan pada peluang bahwa alam ciptaan akan semakin membaik. Semoga semakin banyak manusia yang terkoneksi dengan alam ciptaan di sekitarnya. Sic fiat!
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya