Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alarm Serius dari Himalaya, Salju Capai Titik Terendah dalam 23 Tahun

Kompas.com, 24 April 2025, 08:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Curah salju di pegunungan Hindu Kush-Himalaya di Asia telah mengalami penurunan drastis, mencapai titik terendah dalam 23 tahun terakhir.

Hal itu menjadi ancaman serius bagi hampir dua miliar orang yang bergantung pada lelehan salju dan gletser dari pegunungan Himalaya untuk kebutuhan air sehari-hari, pertanian, dan sumber daya lainnya.

Menurut laporan terbaru dari Pusat Internasional untuk Pengembangan Gunung Terpadu (ICIMOD), salju musiman di wilayah ini mengalami penurunan signifikan, dengan waktu salju yang tetap di tanah 23,6 persen lebih rendah dari normal.

Penurunan ini telah terjadi selama tiga tahun berturut-turut, memperburuk keamanan air di kawasan tersebut.

"Emisi karbon yang sudah terjadi telah menyebabkan perubahan permanen pada pola salju di wilayah Hindu Kush-Himalaya. Perubahan ini akan mengakibatkan kejadian-kejadian salju yang tidak normal dan berulang di masa depan, yang tidak dapat dihindari lagi," kata Pema Gyamtsho, Direktur Jenderal ICIMOD.

Kekeringan dan Penurunan Aliran Sungai

Studi ICIMOD juga memperingatkan dampak serius terhadap aliran sungai, yang diperkirakan akan berkurang drastis.

Ketergantungan pada sumber air tanah akan meningkat, dan ancaman kekeringan menjadi lebih nyata.

Kekeringan ini dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian akibat keterbatasan air untuk irigasi, sementara masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih.

Baca juga: Perusahaan Perlu Lebih Serius Kelola Air Demi Masa Depan Lingkungan

Sher Muhammad, penulis utama laporan ICIMOD, menjelaskan bahwa salju tahun ini terlambat turun sejak Januari dan rata-rata curah salju tetap rendah sepanjang musim dingin.

Beberapa negara di kawasan ini sudah mengeluarkan peringatan kekeringan, yang semakin menambah ketegangan di wilayah yang sudah sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Tantangan Pengelolaan Air dan Kerja Sama Regional

Laporan tersebut mendorong negara-negara yang bergantung pada 12 cekungan sungai utama di kawasan Hindu Kush-Himalaya untuk meningkatkan pengelolaan air, memperkuat kesiapsiagaan terhadap kekeringan, serta memperbaiki sistem peringatan dini.

Kerja sama regional yang lebih erat juga diperlukan untuk mengatasi krisis air yang semakin mendesak.

Dampak Jangka Panjang Perubahan Iklim

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau