Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herman Agustiawan

Anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2014

Nuklir Sebagai Pilar Swasembada Energi

Kompas.com - 20/01/2025, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Melanjutkan artikel bagian keempat tentang Bauran Energi, pada bagian kelima ini penulis membahas Energi Nuklir sebagai Pilar Swasembada Energi.

Di sektor ketenagalistrikan, jika Indonesia merencanakan swasembada energi pada tahun 2045, maka akan membutuhkan langkah luar biasa mengingat kapasitas terpasang saat ini hanya sekitar 92 GW.

Konsumsi listrik per kapita rakyat Indonesia masih sangat rendah, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai relatif tinggi, yaitu 8 persen.

Baca juga:

Target pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut menuntut peningkatan pasokan listrik di semua sektor. Pada tahun 2024 konsumsi listrik masih sekitar 1.400 kWh/kapita. Untuk memenuhi batas ambang kesejateraan rakyat Indonesia perlu mengkonsumsi setidaknya 4.000 kWh/kapita.

Dengan jumlah penduduk 282,5 juta jiwa dan pertumbuhan sebesar 1 persen per tahun, untuk mencapai konsumsi listrik tersebut penulis mengusulkan kapasitas pembangkit listrik terpasang sekitar 230 GW pada tahun 2045.

Sementara, Keputusan Menteri ESDM No. 314.K/TL.01/MEM.l/2024 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) merencanakan penggunaan energi nuklir sebesar 8 persen hingga 2060. Ini setara dengan total kapasitas PLTN sebesar 35 GW.

Target PLTN pertama diharapkan beroperasi pada 2032 di Bangka, Belitung dengan kapasitas 500 MWe.

Target ambisius ini tentu memerlukan program diversifikasi dan efisiensi energi, pengembangan sumber EBT, termasuk energi Nuklir.

Jika pada tahun 2045 porsi nuklir dalam bauran energi pembangkit listrik sebesar 5 persen, maka dari total kapasitas 230 GW kapasitas PLTN adalah sebesar 11,5 GW.

Keseriusan Pemerintah untuk memasukkan nuklir ke dalam bauran energi tercermin dalam berbagai macam regulasi, baik yang sudah tertuang dalam peraturan perundangan maupun yang belum, antara lain: UU No. 59 Tahun 2024, RUKN, RUU EBET (masih tertahan di DPR), dan RPP KEN (menunggu tanda tangan Presiden).

Sementara, pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Baku, Azerbaijan pada November 2024, Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Lingkungan, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan hingga 2040 Presiden Prabowo Subianto menargetkan tambahan 75 GW dari sumber EBT. Dari jumlah itu, sekitar 5,3 GW akan dipenuhi oleh energi nuklir.

Baca juga: Emisi dari Energi Jerman Turun Drastis, tetapi Mandek di Transportasi

Solusi Praktis dan Ekonomis

Energi nuklir adalah salah satu pilar swasembada energi karena pasokan dayanya yang stabil, masif dan rendah karbon. Tidak seperti sumber EBT lainnya, yang tergantung pada iklim atau cuaca, PLTN bisa dioperasikan sesuai permintaan (dispatchable) dan memastikan pasokan daya listrik yang andal dengan faktor kapasitas di atas 0,9.

Dengan emisi karbon yang rendah, energi nuklir sejalan dengan tujuan mengatasi perubahan iklim (COP29, 2024), dan komitmen untuk mencapai keseimbangan antara emisi gas rumah kaca (GRK) dan emisi yang diserap pada tahun 2060 atau sebelumnya. Ini dikenal sebagai Emisi Nol Bersih (Net Zero Emissions/NZE).

International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa dalam skenario menuju emisi nol bersih memerlukan investasi lebih banyak. Biaya akan meningkat sebagai akibat proses transisi energi, baik dari sisi produksi, distribusi, maupun konsumsi energi.

Kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh transisi ke ekonomi hijau ini dikenal sebagai greenflation.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau