Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Keluar Kesepakatan Paris: Perdagangan Karbon Jalan, JETP Terancam

Kompas.com - 23/01/2025, 18:41 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, memastikan bahwa perdagangan karbon internasional yang digagas Indonesia di IDX Carbon tak terlalu terdampak imbas Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Paris atau Paris Agreement.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menarik Washington keluar dari Perjanjian Paris sesaat setelah dia dilantik, Senin (20/1/2025).

"Perdagangan karbon tetap akan jalan, karena siapa pun yang mengeluarkan emisi karbon pasti tetap harus memberikan kompensasi," kata Eddy saat ditemui usai acara ACEXI 1 Anniversary, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).

"Apakah dia membayar pajak karbon atau membeli karbon kredit. Jadi saya kira tidak ada efek yang besar di situ (perdagangan karbon)," imbuh dia.

Eddy menilai, keputusan Trump lebih berdampak terhadap Just Energy Transition Partnership (JETP), skema pendanaan untuk negara berkembang beralih dari energi fosil. Sebab, pemerintah AS yang paling banyak memberikan pendanaan tersebut.

"Apakah itu nanti kemudian Amerika akan menarik komitmennya, membekukan, menunda atau apa, saya kira JETP perlu dipertimbangkan secara serius. Karena komitmen pemerintah Amerika sudah demikian," jelas Eddy.

Menurut dia, langkah AS keluar dari Perjanjian Paris juga dikarenakan Trump hendak menghidupkan kembali kegiatan berbahan bakar fosil.

Baca juga: Pembeli Karbon dari Luar Negeri Dapat Sederet Insentif 

Kendati begitu, Eddy memprediksi pelaku industri termasuk di Indonesia tetap berkomitmen melakukan transisi energi.

"Pelaku-pelaku industri memiliki pemegang saham, lembaga-lembaga keuangan yang menuntut mereka untuk melakukan transisi energi. Kalau enggak, pembiayaan ini tidak bisa diberikan lagi," ucap Eddy.

Adapun keputusan yang diambil Trump menempatkan AS bersama Iran, Libya, dan Yaman sebagai negara-negara tersisa di dunia yang tidak tergabung dalam Perjanjian Paris.

Dalam pakta Paris Agreement, negara-negara penandatanganan sepakat membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas pra-industri, untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim.

"Saya segera menarik diri dari penipuan perjanjian iklim Paris, yang tidak adil dan sepihak. Amerika Serikat tidak akan menyabotase industri kami sendiri," ungkap Trump sebelum menandatangani perintah penarikan dari perjanjian tersebut.

Baca juga: Pembeli Bersedia Bayar Mahal untuk Kredit Karbon yang Berkualitas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Swasta
Pemerintah Tak Ambil Pusing soal AS Keluar dari Perjanjian Paris

Pemerintah Tak Ambil Pusing soal AS Keluar dari Perjanjian Paris

Pemerintah
Inikah Obat Krisis Iklim? CDR Serap Karbon 99.000 Kali Lebih Cepat dari Lautan

Inikah Obat Krisis Iklim? CDR Serap Karbon 99.000 Kali Lebih Cepat dari Lautan

Swasta
CO2 Terlalu Tinggi, Sulit Capai Target Pemanasan di Bawah 1,5 Derajat

CO2 Terlalu Tinggi, Sulit Capai Target Pemanasan di Bawah 1,5 Derajat

LSM/Figur
RUU Minerba Disahkan Jadi Usul Inisiatif DPR, Jatam: Bukan untuk Rakyat

RUU Minerba Disahkan Jadi Usul Inisiatif DPR, Jatam: Bukan untuk Rakyat

Pemerintah
AS Keluar Kesepakatan Paris: Perdagangan Karbon Jalan, JETP Terancam

AS Keluar Kesepakatan Paris: Perdagangan Karbon Jalan, JETP Terancam

Pemerintah
Danone Dukung Program Skrining Gratis Nasional dan Transformasi Kesehatan Kemenkes

Danone Dukung Program Skrining Gratis Nasional dan Transformasi Kesehatan Kemenkes

Swasta
Platform Fakta Iklim Hadir, Publik Bisa Cek Hoaks Iklim Lebih Mudah

Platform Fakta Iklim Hadir, Publik Bisa Cek Hoaks Iklim Lebih Mudah

Pemerintah
Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Pemerintah
100 Hari Prabowo Gibran, DMO Batu Bara Didesak Dievaluasi

100 Hari Prabowo Gibran, DMO Batu Bara Didesak Dievaluasi

LSM/Figur
BPOM Perlu Percepat Pelabelan BPA pada Air Minum Galon

BPOM Perlu Percepat Pelabelan BPA pada Air Minum Galon

LSM/Figur
Dampak Positif IMIP pada Ekonomi Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

Dampak Positif IMIP pada Ekonomi Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

Swasta
Gerakan Menanam Pohon dari Kader Jadi Kado Ulang Tahun ke-78 Megawati

Gerakan Menanam Pohon dari Kader Jadi Kado Ulang Tahun ke-78 Megawati

LSM/Figur
Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau

Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau

LSM/Figur
DBS Indonesia Siapkan Rp 100 Miliar untuk Bantu Tingkatkan Kualitas Hidup Kelompok Rentan

DBS Indonesia Siapkan Rp 100 Miliar untuk Bantu Tingkatkan Kualitas Hidup Kelompok Rentan

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau