KOMPAS.com - Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (23/1/2025) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR RI.
Rapat Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
"Dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR RI?" kata Dasco yang dijawab setuju oleh anggota DPR RI yang hadir.
Baca juga: RUU Minerba Usulkan Kampus Kelola Tambang, Walhi: Lingkungan Jateng Terancam!
RUU tersebut disetujui setelah setiap fraksi partai politik menyampaikan pandangannya secara tertulis kepada pimpinan DPR RI.
Pandangan tertulis tersebut diserahkan secara berurutan, mulai dari fraksi partai politik yang memiliki kursi terbanyak hingga yang paling sedikit.
Dengan begitu, pengambilan keputusan untuk RUU tersebut berlangsung dengan waktu yang singkat, sebagaimana dilansir Antara.
"Untuk menyingkat waktu, apakah bisa disepakati pendapat fraksi-fraksi tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan dewan?" tanya Dasco yang juga dijawab setuju oleh peserta rapat.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui revisi RUU Minerba menjadi usul inisiatif DPR pada Senin menjelang (20/1/2025) tengah malam, sekitar pukul 23.00 WIB.
Baca juga: Baleg DPR Ingin Kebut Revisi UU Minerba demi Hilirisasi
Rapat tersebut berlangsung dalam satu hari dan dilakukan saat masa reses.
Sebagian besar anggota Baleg DPR baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB pada hari yang sama.
"Apakah hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?," perundang-undangan?" ujar Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan dalam rapat pleno, Senin (20/1/2025) malam.
Bob Hasan mengatakan, terdapat empat inti dalam draf rancangan revisi UU tersebut, salah satunya pemberian izin untuk perguruan tinggi.
Usul pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi tersebut sejalan dengan usulan pengelolaan tambang oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan secara prioritas.
Baca juga: Revisi UU Minerba Diketok Jadi RUU Usul Inisiatif DPR
"Perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, demikian juga dengan perguruan tinggi," kata Bob Hasan dalam rapat pleno.
Selain ormas dan perguruan tinggi, Bob Hasan menyampaikan, usaha kecil dan menengah (UKM) juga diusulkan memperoleh izin mengelola tambang dengan luas di bawah 2.500 hektare.
Dalam draf RUU yang dipaparkan tim ahli, usul pemberian izin usaha pertambangan bagi perguruan tinggi dimasukkan dalam Pasal 51A.
Selanjutnya, Ayat (1) Pasal 51A disebutkan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Perguruan tinggi yang bisa mendapat izin usaha pertambangan harus memiliki akreditasi paling rendah B.
Selain itu, ada sembilan usulan perubahan pasal, termasuk pemberian WIUP kepada swasta dengan cara prioritas.
Baca juga: DPR Gelar Paripurna Terkait RUU Minerba, Puan Tak Terlihat Hadir
Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Alfarhat Kasman mengatakan, revisi UU Minerba tersebut sejak awal diperuntukkan untuk mengakomodasi kepentingan para penguasa dan pengusaha.
"Kepentingannya sama sekali bukan untuk kesejahteraan rakyat," kata Alfarhat kepada Kompas.com.
Alfarhat menyampaikan, berdasarkan catatan Jatam, 71 persen Kabinet Merah Putih merupakan pebisnis.
Dari angka tersebut, lanjut Alfarhat, 15 di antaranya terafiliasi dengan bisnis ekstraktif
"Temuan ICW (Indonesia Corruption Watch) juga menunjukkan hal yang serupa. Sekitar 61 persen anggota parlemen periode 2024–2029 memiliki latar belakang atau afiliasi dengan sektor bisnis," papar Alfarhat.
Baca juga: Organisasi Masyarakat Sipil: RUU Minerba Jadi Jorjoran Izin Tambang
Dalam konteks pemberian konsesi kepada UKM, Alfarhat menduga hal tersebut menjadi alat legitimasi dari pengusaha melakukan ekstraksi.
"Dan pembancakan kekayaan alam Indonesia tentunya dengan proteksi pemberian izin, hingga menjaga ruang hidup warga yang sangat minim," ucapnya.
Dia menambahkan, usulan UKM agar bisa mengelola tambang merupakan narasi yang sesat.
Pasalnya, tuturnya, tambang sejak awal merupakan industri yang padat teknologi dan modal.
"Jadi bagaimana mungkin UKM yang notabenenya memiliki modal dan teknologi yang terbatas dapat mengelola tambang dengan rencana luas konsesi yang akan diberikan sekitar 2.500 hektare. Ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar," paparnya.
Baca juga: Baleg Setuju Revisi UU Minerba Jadi Inisiatif DPR, Disepakati Jelang Tengah Malam
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya