KOMPAS.com - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempercepat kewajiban pelabelan Bisphenol A (BPA) pada air minum, terutama galon.
BPOM saat ini memberikan waktu 4 tahun pada produsen untuk memberikan label, tetapi KKI meminta percepatan.
Permintaan itu didasarkan pada hasil survei preferensi air minum galon oleh KKI pada 495 responden di 5 kota besar, yaitu Medan, Bali, Jakarta, Banjarmasin, dan Manado.
Survei mengungkap, meskipun 60,8 persen responden mengetahui bahaya BPA, 91,9 persen dari mereka tetap memilih galon guna ulang karena harganya lebih murah.
Penggunaan galon guna ulang berpotensi bermasalah karena proses distribusi, penyimpanan, serta penggunaan yang melebihi 2 tahun, periode yang diperbolehkan.
Galon guna ulang sebenarnya memiliki masa pakai, tercantum pada bagian dasarnya. Meski demikian, menurut survei, hanya 83,7 persen orang yang memperhatikannya.
Rendahnya perhatian bermasalah karena, menurut survei, 25 persen galon yang beredar di pasaran melebihi masa pakainya.
Sebanyak 50 persen dari galon yang disurvei juga didistribusi dan disimpan dengan cara yang tidak tepat, diantaranya dalam kondisi terpapar matahari secara langsung.
Baca juga: Apakah Bromat dalam Air Minum Dalam Kemasan Lebih Berbahaya dari BPA?
Food and Drugs Administration (FDA) menyatakan, BPA sebenarnya tergolong aman dalam dosis kecil.
BPOM juga menjelaskan bahwa migrasi BPA dari kemasan ke bahan pangan di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) masih dalam batas aman.
Meski demikian, dengan penggunaan galon yang melebihi masa pakai serta penyimpanan dan distribusi yang tidak tepat, migrasi BPA bisa lebih tinggi.
"Apalagi seringkali galon tidak langsung kembali ke produsen, tetapi digunakan sebagai kemasan air isi ulang. Semakin sulit mengontrolnya," kata David ML Tobing, Ketua KKI.
David menuturkan, berdasarkan aturan BPOM saat ini, kewajiban produsen hanya memberikan label pada kemasan.
"Kalau hanya memberikan label, kenapa butuh 4 tahun. Itu bisa dilakukan, maksimal 2 tahun cukup," ujar David dalam konferensi pers pada Kamis (23/1/2025) di Jakarta.
Dengan percepatan itu, masyarakat akan terbebas dari risiko paparan BPA berlebih yang bisa memicu masalah hormonal.
"Produsen sebenarnya sudah sadar. Beberapa sudah memproduksi galon bebas BPA. Maka harusnya mereka siap memberikan informasi sejelas-jelasnya pada konsumen," tuturnya.
Selain percepatan, David meminta BPOM juga mengatur di mana label BPA itu harus ditempatkan.
"Saat ini, belum jelas di mana. Bisa berupa stiker, dikalungkan, atau pada label merek. Harus diatur dan harus terlihat oleh konsumen," tegasnya.
Baca juga: Parade Monster Plastik Digelar 7 Kota, Suarakan Bahaya Sampah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya