KOMPAS.com - Studi dari Meteorological Office Inggris menemukan bahwa level karbon dioksida (CO2) di atmosfer sudah tidak kompatibel dengan target pencegahan kenaikan suhu Bumi lebih dari 1,5 derajat Celsius.
Fakta tersebut terungkap dari hasil pengukuran Meteorological Office yang dilakukan dari observatorium Mauna Loa, Hawaii, yang telah menjadi tempat pengukuran kadar CO2 sejak tahun 1958.
Pengukuran mengungkap, konsentrasi gas rumah kaca meningkat pada level tercepatnya pada 2024. Kenaikan itu mencapai 3,58 bagian per juta (ppm). Pengukuran dengan bantuan satelit juga menunjukkan kenaikan besar di seluruh dunia.
Mengutip Phys, Kamis (23/1/2025), Met Office menyatakan, peningkatan disebabkan oleh emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, penurunan kemampuan hutan tropis menyerap karbon, serta kebakaran hutan.
Penurunan kemampuan hutan menyerap karbon dan kebakaran hutan diantaranya didorong oleh kondisi panas yang terkait dengan pola cuaca El Niño di Pasifik, yang mendorong naiknya suhu global dan perubahan iklim.
Baca juga: Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar
Prediksi 2025
Lantas bagaimana dengan tahun ini?
Met Office memperkirakan kenaikan tahun 2025 tidak akan seekstrem tahun lalu, yaitu sekitar 2,26 ppm.
Kendati demikian, kenaikan minim itu tetap terlalu cepat untuk mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat yang telah disepaati negara-negara pada Kesepakatan Paris tahun 2015.
IPCC juga menyebut, suhu yang melampaui batas ini akan terjadi untuk sementara waktu selama beberapa dekade sebelum akhirnya kembali di bawah ambang batas pada akhir abad ini.
Akan tetapi, itu juga memerlukan bantuan teknologi yang lebih besar dan pendekatan seperti menanam pohon.
Jika kenaikan suhu dibatasi di bawah 1,5 derajat Celsius, peningkatan karbon dioksida di atmosfer harus sudah melambat hingga 1,8 ppm per tahun dekade ini, sebelum berhenti dan mulai menurun.
Seperti yang kita ketahui, pemanasan global disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar.
CO2 sendiri merupakan gas rumah kaca utama yang memerangkap panas di atmosfer sehingga suhu global meningkat seiring waktu. Dan itu bisa menyebabkan dampak yang buruk seperti naiknya permukaan laut, kekeringan yang lebih ekstrem, badai, banjir, dan kerusakan pada satwa liar dan sistem alam yang kritis.
Baca juga: Kebocoran CCS Berisiko Perparah Perubahan Iklim, Bagaimana Mitigasinya?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya