Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

HGB Pagar Laut dan HGU Kebun Sawit Ilegal

Kompas.com, 25 Januari 2025, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RIBUT-ribut pagar laut yang terjadi di Tangerang, Banten, sepanjang lebih dari 30 Km menimbulkan kegaduhan banyak pihak, baik di kalangan pemerintahan, DPR, LSM dan masyarakat luas.

Masyarakat umum dibuat heran kawasan laut yang berjarak lebih dari satu kilometer dari bibir pantai dipagari dengan bambu sepanjang garis pantai hampir setengah dari jalan tol Jagorawi.

Area tersebut diklaim ada pemiliknya dengan bukti sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (HGB).

Kepemilikan dan pagar laut telah dinyatakan ilegal dan dicabut haknya (SHM/SHGB) oleh Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid.

Alasannya jelas dan tegas kawasan laut menjadi hak negara, meskipun tadinya bekas tambak/empang karena kawasan yang diributkan sekarang ini secara eksisting sudah menjadi lautan.

Empang/tambak yang bersertifikat tersebut sudah dianggap menjadi tanah hilang dan menjadi lautan sehingga menurut regulasi hak kepemilikan tersebut telah hilang.

Baca juga: Patok-patok Laut

Oleh karena itu, wajar apabila klaim kepemilikan kawasan laut dengan pagarnya dianggap ilegal oleh banyak kalangan.

Kasus pagar laut ini terungkap karena lokasi (locus delicti) tidak jauh dari Jakarta, yakni di Tangerang (Banten) dan selalu diekspos secara besar-besaran oleh media massa sehingga cepat terungkap kepermukaan dan menjadi perhatian banyak masyarakat Indonesia.

Padahal kalau diingat, luas kawasan laut yang diributkan tidak lebih dari 1000 ha (tepatnya 537,5 hektare atau 5.375.000 meter persegi).

Kebun sawit ilegal

Kasus serupa tidak hanya terjadi di lautan saja, tetapi juga terjadi di daratan (bentang darat), khususnya di kawasan hutan untuk perkebunan sawit.

Area ilegal dengan sertifikat hak guna usaha (SHGU) tersebut luasnya jauh lebih besar, bahkan mencapai ratusan ribu hektare kawasan hutan yang dijadikan perkebunan sawit.

Sayangnya kasus kebun sawit ilegal ini, yang melibatkan kawasan hutan jutaan hektare tidak terpantau secara luas karena lokasi jauh dari Jakarta, khususnya di Kalimantan dan Sumatera.

Kasus sawit ilegal di kawasan hutan mulai terjadi sejak adanya perubahan rezim dari Orde Baru ke era Reformasi dengan otonomi daerahnya tahun 1998.

Sejak Undang-Undang (UU) Pemerintah No 32/2004 terbit, kewenangan kehutanan banyak dilimpahkan ke daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) hutan besar ramai-ramai membentuk dinas kehutanan untuk menjaring pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) dan mengelola dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau