Akan tetapi dalam proses pembuatan biofuel tetap masih berpotensi menghasilkan karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.
Itu bisa berasal dari pembukaan lahan, energi dan pupuk yang dibutuhkan untuk membudidayakan tanaman, fermentasi, distilasi, dan transportasi sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil.
Studi yang dipublikasikan di Nature tahun lalu pun menyebut secara global, emisi CO2 dari produksi biofuel melebihi emisi dari pembakaran solar fosil.
Studi tersebut pun menganjurkan peraturan yang lebih ketat untuk perubahan penggunaan lahan dan menyatakan perjanjian internasional perlu memastikan perlindungan lahan alami yang efektif dan menyeluruh secara global.
Ada cara yang lebih ramah lingkungan untuk memproduksi biofuel, seperti dari tanaman yang tidak dapat dimakan, biomassa berkayu, sisa pertanian, atau bahkan alga.
Kendati demikian masih ada tantangan lain yang dihadapi biofuel.
Meski teknologi ini sebenarnya berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil namun produksinya hampir tidak berkembang karena tingginya biaya penelitian dan pengembangan teknologi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya