Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Biofuel dan Benarkah Ramah Lingkungan?

Kompas.com, 3 Februari 2025, 16:22 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Biofuel kini populer sebagai alternatif bahan bakar fosil. Tak heran, negara-negara di dunia mulai memproduksi lebih banyak biofuel untuk mengatasi perubahan iklim.

Produksi biofuel sendiri meningkat sembilan kali lipat antara tahun 2000 dan 2020.

Pada tahun 2023 negara-negara G20 meluncurkan Aliansi Biofuel Global untuk mencoba memperluas penggunaan biofuel berkelanjutan.

Namun ada pertanyaan yang muncul apakah biofuel benar-benar lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil?

Pemerhati lingkungan memperingatkan bahwa lahan yang dibutuhkan untuk menanam bahan organik untuk biofuel menyebabkan kerusakan iklim seperti misalnya penggundulan hutan.

Baca juga:

Apa Itu Biofuel?

Dikutip dari Eco Business, Senin (3/2/2025) biofuel, baik itu bioetanol maupun biodiesel, dibuat dari hasil pertanian atau limbah organik dan digunakan dalam kendaraan tradisional sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Menurut Badan Energi Internasional (IEA) saat ini biofuel menggerakkan lebih dari 90 persen transportasi global.

Etanol dan biodiesel murni tidak beracun dan dapat terurai secara hayati. Biofuel umumnya mengeluarkan lebih sedikit partikulat, sulfur dioksida, dan racun, yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Bahan ini digunakan untuk menjalankan mobil, truk, pesawat terbang, dan kapal.

Banyak negara meningkatkan produksi lokal mereka dengan mandat nasional untuk mencampur biofuel ini dengan bensin dan solar, dan pada tahun 2023 hampir 200 juta metrik ton bioetanol dan biodiesel diproduksi secara global.

IEA sendiri memproyeksikan permintaan biofuel akan meningkat sebesar 38 miliar liter antara tahun 2023 dan 2028, sehingga total permintaan biofuel menjadi 200 miliar liter pada tahun 2028.

Apakah Ramah Lingkungan?

Sebagian besar biofuel diproduksi dari gula yang dapat dimakan, pati, dan tanaman pangan lainnya seperti jagung yang ditanam di lahan yang subur. Biofuel generasi pertama ini diproduksi baik dengan mengekstraksi minyak atau fermentasi di tempat penyulingan besar.

Namun tantangan terbesar yang terkait dengan biofuel generasi pertama adalah kebutuhannya akan lahan yang dapat menyebabkan tumpang tindih dengan kebutuhan akan lahan pertanian untuk keperluan pangan.

Menurut laporan Union for the Promotion of Oil and Protein Plants dari Jerman, dari total 1,4 miliar hektar lahan yang digunakan untuk menanam tanaman secara global pada 2021, sekitar 8 persen digunakan untuk memasok bahan baku untuk produksi biofuel.

Dari segi penggunaannya, biofuel lebih bersih daripada bahan bakar fosil. Menurut penelitian dari Departemen Energi AS, etanol jagung memiliki emisi pencemar iklim antara 44 persen dan 52 persen lebih rendah daripada bensin.

Baca juga:

Akan tetapi dalam proses pembuatan biofuel tetap masih berpotensi menghasilkan karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.

Itu bisa berasal dari pembukaan lahan, energi dan pupuk yang dibutuhkan untuk membudidayakan tanaman, fermentasi, distilasi, dan transportasi sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil.

Studi yang dipublikasikan di Nature tahun lalu pun menyebut secara global, emisi CO2 dari produksi biofuel melebihi emisi dari pembakaran solar fosil.

Studi tersebut pun menganjurkan peraturan yang lebih ketat untuk perubahan penggunaan lahan dan menyatakan perjanjian internasional perlu memastikan perlindungan lahan alami yang efektif dan menyeluruh secara global.

Ada cara yang lebih ramah lingkungan untuk memproduksi biofuel, seperti dari tanaman yang tidak dapat dimakan, biomassa berkayu, sisa pertanian, atau bahkan alga.

Kendati demikian masih ada tantangan lain yang dihadapi biofuel.

Meski teknologi ini sebenarnya berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil namun produksinya hampir tidak berkembang karena tingginya biaya penelitian dan pengembangan teknologi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau