KOMPAS.com - Lahan gambut cuma 3 persen dari seluruh daratan di dunia. Kendati demikian, wilayah tersebut mampu menyimpan karbon lebih besar daripada hutan lain di dunia.
Sayangnya, wilayah kecil tersebut ternyata tidak cukup terlindungi. Banyak yang mengeringkan lahan gambut untruk pertanian, memicu pelepasan begitu banyak CO2.
Jika area gambut adalah sebuah negara, maka dia akan menjadi pencemar terbesar keempat di dunia setelah China, AS, dan India.
Mengutip Guardian, Jumat (14/2/2025), analisis global pertama menemukan hanya 17 persen lahan gambut yang berada di dalam kawasan lindung.
Hal itu sangat kontras dengan ekosistem berharga lainnya seperti hutan tropis yang 38 persen wilayahnya dilindungi dan hutan bakau (42 persen).
Perlindungan lebih rendah bahkan ditemukan di negara dengan lahan gambut terbanyak: Kanada, Rusia, dan Indonesia.
Pelestarian lahan gambut
Para ilmuwan mengatakan, melestarikan dan memulihkan lahan gambut sangat penting untuk mencapai target pencegahan kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius dalam Kesepakatan Paris.
Para ilmuwan juga menganggap bahwa pelestarian gambut merupakan cara yang hemat biaya untuk mengatasi krisis iklim.
Baca juga: Restorasi Lahan Mangrove dan Gambut Dinilai Jadi Solusi Iklim yang Minim “Budget”
"Lahan gambut adalah ekosistem bernilai sangat tinggi tetapi tingkat perlindungannya sangat rendah," kata Dr. Kemen Austin di Wildlife Conservation Society, yang memimpin penelitian.
“Nilai lahan gambut bagi manusia, baik secara lokal maupun global, sangat besar,” katanya.
Ia menambahkan, karbon di lahan gambut butuh ratusan hingga ribuan tahun untuk terakumulasi dan tidak dapat digantikan dalam skala waktu yang relevan dengan aksi perubahan iklim.
“Itulah mengapa lahan gambut terkadang disebut sebagai 'bom karbon', karena begitu bom itu dilepaskan, emisi tersebut akan terus berlanjut dan kita tidak akan mendapatkan karbon itu kembali,” terang Austin.
Lahan gambut merupakan lahan basah tempat materi tanaman mati terakumulasi dan dekomposisi berlangsung lambat karena materialnya tergenang air.
Lahan gambut tidak hanya menyimpan karbon, tetapi juga memerangkap air, membantu mencegah banjir dan kekeringan, dan menampung banyak lumut dan bunga, burung, ikan, dan kupu-kupu.
Namun, pengeringan, merusak lahan gambut untuk pertanian, pertambangan, atau jalan dan infrastruktur lainnya memaparkan karbon ke udara dan menyebabkan CO2 terlepas ke atmosfer.
Secara total, karbon yang tersimpan di lahan gambut setara dengan emisi global saat ini selama lebih dari setengah abad.
Studi dipublikasikan di jurnal Conservation Letters.
Baca juga: Gambut dan Mangrove Bisa Pangkas 770 Megaton Emisi CO2 di Asia Tenggara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya